Twitter Facebook Delicious Digg Stumbleupon Favorites More
Showing posts with label Kisah Inspiratif. Show all posts
Showing posts with label Kisah Inspiratif. Show all posts

Thursday, February 11, 2016

Wahai Akhi, Haruskah Aku Yang Melamarmu

Assalamualaikum sahabat islami , mohon dibaca dengan kesungguhan hati.



AKHIY... MAUKAH MENIKAH DENGANKU?


Dulu ana datang ke suami ana, justru ana yang menawarkan diri ke suami.

''Akhiy maukah menikah dengan ana?'', tawarku padanya.


Waktu itu dia masih kuliah smester 8. Dia cuma bengooonggg seribu bahasa, serasa melayang di atas awan, seolah waktu terhenti. Beberapa saat setelah setengah kesadarannya kembali dan setengahnya lagi entah kemana, dia berucap,

'''Afwan ukh... anti pengen mahar apa dari ana?'' "Cukup antum bersedia menikah denganku saja itu sudah lebih dari cukup"

Bak orang awam mendaki gunung yang tinggi lagi extreme, ehhh... dianya langsung lemesss... kayak pingsan. Besoknya datang nazhar, terus khitbah. Lalu untuk ngumpulin uang buat nikah, dia jual sepeda dan jual komputernya... untuk mahar dan biaya nikah. Di awal pernikahan dia gak punya pendapatan apa-apa. Kita usaha bareng dan ana gak pernah nanya seberapa pendapatnya ataupun dia kerja apa. Selama ana nikah dengannya ana belum pernah minta uang. Hingga kinipun kalo gak dikasih ya diam. Saat beras habis... ana gak masak. Saat dia nanya, "koq gak masak beras dek?"

"Habis mas", jawabku

"Koq gak minta uang?", lanjutnya.

Ana gak jawab, takut suami gak punya kalo ana minta. Jadi ana takut menyinggung perasaan kekasih hatiku.. weee.


Kalo kita menghormati suami, maka suami akan menyayangi kita lebih dari rasa sayang kita ke dia. Bahkan usaha sekarang dah maju pesat... alhamdulillah. Ibarat kata uang 50jt dah hal biasa. Lalu suatu hari ana tawarkan dia nikah lagi namun dia gak mau. Katanya ana itu tidak ada duanya... hehehe ngalem dewek. Walaupun ortunya dulu gak ridho dengan ana, karena salafi... sekarang sudah baikan.

Rezeki bisa dicari bersama. Bagi ana usaha yang dicari bersama suami susah-payah bersama, setelah sukses... maka banyak kenangan manis yang tak terlupa. Kita jadi saling memahami dan mengerti karakter masing-masing karena kita sering berinteraksi.

"Suamiku adalah temen curhatku...

suamiku adalah patner bisnisku...

suamiku adalah ustadz tahsinku...

suamiku adalah temen seperjuanganku...

suamiku adalah sahabatku...

suamiku adalah temen mainku...

suamiku adalah temen berantemku...", itulah kiranya yang ana rasakan darinya, setelah 12 tahun menikah dan insya Alloh dikaruniai anak 7 semoga semakin menambah keberkahan dalam rumahh tangga ana...

Dan bukan hal yang hina bagi ana kalo ada seorang akhawat datang menawarkan diri ke ikhwan. Ana dulu hanya melihat dari bacaan al-Qur'annya yang bagus dan dia sangat menjaga sholatnya itu aja gak lebih. Jadi para akhawat yang belum menikah... apa yg menghalangi anda untuk menikah muda? Apa karena melihat pendapatan materi dari ikhwan yang menghalaginya?


*Seorang ibu yang menceritakan kisah cintanya

*Dengan sedikit perubahan

Demikian Renungan harian "Wahai Akhi , Haruskan Aku Yang Melamarmu" semoga bisa bermanfaat dan mohon untuk sebarkan sobat islami.

wassalam
Share:

Thursday, September 5, 2013

Melissa Perez Kagumi Ritual Shalat

Melissa Perez lahir dan besar dalam keluarga Katolik. Sejak kecil ia akrab dengan ritual Katolik seperti Natal, Misa, dan Rosario. Meski keluarganya percaya pada satu Tuhan, yang disebut Yesus, namun, pada waktu lain mereka menyebutnya lain, yakni Bapa. Inilah yang membingungkan Mellisa.


Menurut Melissa, cara hidup Katolik tidak benar-benar ketat. Meski banyak aturan dalam Alkitab yang mewajibkannya mengikuti dan mempraktekannya, ia tidak merasa ada banyak tekanan guna mengikuti aturan itu.

"Dalam Katolik, ketika Anda sungguh-sungguh bertobat kepada-Nya, maka Allah akan mengampuni Anda. Prinsip ini mirip dengan ajaran Islam. Yang membedakan mungkin, setiap dosa tanggung jawab masing-masing, kalau Katolik dosa itu ditanggung Yesus," kata dia seperti dikutip Onislam.net, Kamis (28/8).

Lantaran dibesarkan dalam ajaran Katolik, Melissa tidak mengetahui ajaran lain. Ia bahkan tidak mengenal ajaran Islam. Ia hanya tahu umat Islam itu pembunuh. Mereka kerap membunuh orang lain ketika marah.

Saat di Filipina, Melissa melihat umat Islam jarang berbaur dengan komunitas Kristen. Mereka memiliki komunitas dan wilayah tersendiri. "Ketika saya masih menetap di Filipina, rasanya sangat mustahil belajar Islam. Ketika di luar, saya bersyukur mengetahui pesan sejati Islam, Alhamdulillah," tuturnya.

Melissa belajar hidup mandiri pada usia muda. Orang tuanya bercerai ketika ia masih muda. Kala menghadapi kesulitan itu, Melissa tidak tahu dengan siapa harus berbicara. Sejak itulah, ia memutuskan meminta pertolongan Tuhan.

Pada usia 18 tahun, Melissa mulai bekerja di luar negeri dengan harapan dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Berkat kerja kerasnya, ia berhasil membeli rumah dalam usia 23 tahun

Saat tinggal di luar negeri, Melissa merasakan perbedaan yang besar dalam hal budaya. Ia memiliki kebebasan yang tak mungkin didapatnya ketika berada di Filipina.

Kemudian ketika berusia 29 tahun, muncul keinginan untuk menetap. Ia mulai berpikir membentuk keluarga kecilnya. "Saat itulah, saya bertemu dengan suaminya via internet, lalu saya diajak ke Mesir, dan Alhamdulillah, kami menikah di sana," tuturnya.


Awalnya, Melissa bingung ketika ia bersuamikan seorang Muslim. Ia membayangkan akan ada kesulitan adaptasi. Suaminya berhasil menyakinkan Melissa untuk tidak terlalu khawatir. "Yang jadi masalah, bagaimana saya menjelaskan kepada keluarga bahwa suami saya seorang Muslim," ungkapnya.

Source :http://www.republika.co.id
Share:

Sunday, September 1, 2013

Subhanallah 8.5 juta orang masuk Islam di tangan Dr. Abdur Rahman as-Sumayt

Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raji'un . Lebih 8.5 juta masyarakat Afrika masuk Islam di tangannya dengan izin Allah, Dr. Abdur Rahman as-Sumayt meninggalkan dunia dengan amal jariah yang pahalanya terus mengalir InsyaAllah. Wafat pada hari khamis 15/08/2013.

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه

Mungkin, banyak di antara kita yang tidak mengenali beliau. Berikut riwayat singkat tentang da'i besar ini .

***
8.5 Juta Nasrani masuk islam di Tangannya

Lelaki dalam foto ini mengidap diabetes sejak lama dan telah tiga kali diserang trombosit ( pembuluh darah tersumbat) di kepala dan hatinya. Dalam keadaan seperti ini, orang biasa seperti kita mungkin sudah putus asa, atau paling tidak pun akan melemahkansemangat hidup, atau keinginan berkarya.

Tapi tidak dengan beliau. Dengan keadaan seperti ini dia telah menghabiskan 30 tahun dari umurnya mengembara di Afrika, berdakwah dan melebarkan keagungan islam.

Beliau adalah Syekh Dr. Abdur Rahman as-Sumayt.

Tokoh yang berasal dari Kuwait ini telah mengislamkan 5 juta kaum nashrani Afrika selama 30 tahun dakwahnya. Pahala amal baik dan ibadah ke-5 juta orang ini akan mengalir kepada beliau selama hidupnya dan setelah dia wafat, InsyaAllah. Bayangkan bila setiap satu keluarga dari mereka memilki dua atau tiga anak, berapa banyak pahala yang akan dilimpahkan kepada da'i yang telah menghabiskan sebahagian besar dari hidupnya di Benua Afrika ini .

Kejadian yang sangat mengharukan dan acap kali membuat beliau berlinang air mata, adalah ketika dia menyaksikan sekumpulan orang dari negeri sahabat Bilal bin Rabah ini menunjukkan jari telunjuknya ke langit dan berucap: " Asyhadu Allaa Ilaaha Illallaah ... Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullaah ".
Kemudian mereka menangis tersedu-sedu, ditambah dengan mengingati ayah ibu mereka mati dalam kekafiran. Ramai dari mereka berkata: "Di mana kalian wahai kaum muslimin ? mengapa baru sekarang kalian datang? "

Sudah sering kali beliau menghadapi ancaman pembunuhan oleh beberapa militan kafir dan kerap juga beliau diserang oleh ular tedung.

Beliau bercerita : "Saya pernah memandu kereta bersendirian ratusan kilometer menuju sebuah kampung di pedalaman Afrika. Di tengah jalan kereta mengalami kerosakan dan saya terpaksa berjalan kaki sehingga selipar saya putus. Pada saat yang sama saya melihat seorang mubaligh terbang dengan helikopter di atas saya. "

Tapi sesungguh Allah itu Maha Adil: "Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang -orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi- saksi ( hari kiamat)" . ( QS. Al-Mukmin/Ghafir : 51)


 Dalam satu temu bual di televisyen Kuwait dia bercerita : "Pada suatu masa yang lalu ketika saya berdakwah di Afrika, hanya dalam beberapa hari sudah ratusan orang masuk islam. Kemudian seorang mubaligh Katholik datang kepada saya dan berkata dengan penuh tanda tanya: ' Aku dan bapakku lahir di sini, dan datuk saya telah tiba di sini kira-kira seratus tahun yang lalu untuk melaksanakan misi kristianisasi tapi hanya sedikit yang berjaya kami kristiankan. Sedangkan kalian hanya dalam beberapa hari berada di sini telah berjaya mengislamkan ratusan orang? ' "

Subhanallah .. , ini kerana Islam adalah fitrah setiap manusia.

Dr. Abdur Rahman as-Sumayt juga menubuhkan Yayasan Al- 'Aun Al - Mubasyir yang berpusat di Kuwait. Yayasan ini sudah mencapai pelbagai prestasi dalam bidang dakwah dan kemanusiaan, di antaranya:

1. Mencetak 3288 Da'i , majoriti dari mereka adalah yang masuk islam di tangan beliau .
2. Membina 1200 masjid .
3. Membantu 9500 anak yatim.
4. Membuat 2750 paip air dari punca bawah tanah.
5. Sumbangan berupa 160 tan bahan makanan, pakaian, dan ubat- ubatan.
6. Membahagikan 51 juta mushaf Al -Qur'an.
7. Membina 102 Islamic center.
8. Mengadakan 1450 daurah dan bimbingan kegamaan .
9. Pendidikan untuk 95000 anak muslim yang miskin.
10. Mendirikan 200 pusat latihan kemahiran sekaligus membuka peluang pekerjaan bagi wanita muslimah.

*Diterjemahkan oleh Detik Islam dari sumber peribadirasulullah.wordpress


Share:

Monday, June 10, 2013

Menjadi Hafidz Qur’an, Mungkinkah?

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Di sini ada sebuah kisah perjuangan beberapa mahasiswa dalam menghafal qur’an di sela-sela waktu kuliahnya. Selamat membaca, semoga terinspirasi…

= = = = =

Di sebuah kota besar di Indonesia, yang kehidupan metropolitan masih dapat dirasakan, di satu sisi kadangkala ditemukan hal hal yang sangat bersifat religius.
Di sana Penulis sempat menemukan sekelompok pemuda yang sangat akrab dengan Al Qur’an, seakan-akan Al-Quran adalah bagian dari dirinya. Di saku baju atau di tas mereka akan selalu ditemui sebuah Al-Quran kecil. Mereka juga adalah pemuda yang sangat akrab dengan Masjid. Pada saat shubuh mereka hadir di masjid dan di waktu petang mereka telah ada kembali di masjid, di samping kehidupan mereka sebagai mahasiswa.


Yang sangat berkesan bagi penulis adalah bagaimana mereka mencuri waktu untuk dapat menghafal Al Quran atau membaca Al Quran. Ada di antaranya yang mencuri waktu di sela sela waktu stop lampu merah (ampel/traffick light sedang merah ) membuka Al Quran di sakunya untuk sekedar melihat beberapa ayat Al Quran, ketika sedang mengendarai motor.

Ada juga yang mengambil waktu luang ketika mereka sedang berada di kendaraan umum untuk menghafal Al Quran. Agar tidak diketahui ia sedang membaca Al Quran oleh orang sekitarnya, Al Quran tersebut dibungkus dengan sampul buku biasa. Seakan akan orang mengira ia sedang membaca buku. Mereka lakukan untuk menjaga keikhlasannya.

Ada juga yang membawa kaset murrotal Al Quran mendengarkan di waktu luang/free, orang lain mengira ia sedang mendengarkan musik biasa. (Mungkin disaat sekarang dapat digunakan usb MP3 yang lebih praktis)
Dan yang lebih menarik ada yang memfotokopi Al Quran pada halaman tertentu, kemudian dibawa dan agar lebih praktis dengan mudah dihafal seperti note. Subhanallah…..
Adalah sesuatu yang sulit dibayangkan jika pada masa sekarang, di mana kehidupan semakin keras dirasakan, masih ada orang yang melakukan hal demikian, menghidupkan Al Quran. Setidaknya hal tersebut memberikan inspirasi bagi kita untuk lebih akrab dengan Al Quran.

Mimpi orang orang demikian untuk menjadi seorang hafidz Quran bukanlah omong kosong. Jika mereka adalah pemuda yang berumur 20 tahun, maka perlahan tapi istiqomah, ketika ia menjadi seorang ayah berumur 40 tahun, sangat mungkin baginya menjadi seorang penghafal Al Quran. Ia akan mendidik anaknya menjadi seorang hafidz Quran juga. Andaikan mereka adalah seorang yang berumur 40 tahun maka perlahan tapi tetap istiqomah, di waktu ia menjadi seorang tua  berumur 60 tahun ,dirinya sudah siap menghadap Allah sebagai seorang hafidz Qur’an.Ia akan siap mendidik cucunya menjadi seorang Hafidz Quran.
Rasulullah bersabda bahwa pada hari akhir kelak, orang tua para penghafal Al Quran tersebut akan memperoleh penghargaan besar, yaitu akan mendapatkan sebuah mahkota cahaya.
”Barangsiapa yang membaca al-Qur’an dan mengamalkannya maka akan dipakaikan kepada kedua orang tuanya mahkota yang sinarnya lebih terang daripada sinar matahari di dunia pada hari kiamat nanti, kalaulah sekiranya ada bersama kalian, maka apa perkiraan kalian tentang orang yang mengamalkannya (al-Qur’an)?” 

(HR. Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)
Tentu kita juga tergiur untuk memberikan Hadiah bagi orang tua kita, sebuah hadiah berupa penghargaan dari Alloh SWT. Terlebih jika orang tua kita telah pergi,untuk mengobati kerinduan kita kepadanya kelak di hari Akhir akan kita berikan berita bahagia bagi mereka bahwa anaknya adalah seorang hafidz Quran. Memang benar pendapat bahwa menghafal Al-Qur’an tidak mudah, tapi setidaknya ada yang bisa kita persembahkan kelak, sesuatu yang berat dan diperlukan kesabaran, sesuatu yang indah sebelum Menghadap kepada Nya dan mempersiapkan mahkota cahaya untuk Bapak dan Ibu kita,…. 

Menjadi Penghafal Al Quran (Hafidz Qur’an).
“Ya Allah, tuntun diri kami ke jalan yang lurus sebagaimana jalan orang orang yang Engkau beri petunjuk “
Aamiin..

Source: http://www.eramuslim.com
Share:

Wednesday, May 29, 2013

Kisah Mualaf Cilik: Papa-Mama...Rio Tunggu di Pintu Surga.....

Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekadar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.

Karena ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja,red).

Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan mengguncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.

Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja. Martono heran.

Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”

Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama. Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”

“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono. “Nggak, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhir.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.

Suara Gaib, Menghajikan Pembantu, dan Bertemu Rio di Mekkah
Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”

Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia di sini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”

Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Mama Menjadi Mualaf
Satu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.

“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.

Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.

“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono. “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih. Ia pasrah akan segala risiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.

Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.

Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu.

Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”

Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam. Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.

SUBHANALLAH
semoga kita bisa mengambil hikmah nya . AAMINNN
Share:

Tuesday, May 28, 2013

Mak Wati, Penjual Lontong Sayur Di Gedung DPR, Kuliahkan Anaknya Di Jerman



MAK Wati, 60, penjual makanan di dalam Gedung Nusantara I, Kompleks DPR, seorang anaknya berhasil sekolah di Universitas Konstanz, Jerman.
Wanita kelahiran Purworejo Jawa Tengah ini mulai berjualan di DPR sejak 1984.
Cerita kegigihannya itulah, membuat mak Wati saat ini ‘manggung’ dimana-mana. Kesuksesan beliau diliput media cetak, online dan televisi.

“Nak, HP emak sekarang dimatiin, karena emak kecapean ‘ngelayanin’ permintaan wartawan untuk liputan,” demikian mak Wati menuturkan kepada Iwan Ali Dharmawan dari Islampos (tampak dalam foto). Tampak jelas gurat lelah di wajahnya.
Sambil menyiapkan seporsi lontong sayur dengan lauk telor bulat mak wati bilang, setelah di liput sebuah stasiun TV dgn MC seorang Mentalist terkenal beberapa hari yang lalu, “Nanti malam mak Wati akan tayang di mata acara sebuah stasiun TV,” dengan pembawa acara seorang pelawak terkenal yang namanya mirip ikan hias mahal.

Bila berjualan di lantai 4 Gedung Nusantara I maka, mak Wati bisa dijumpai disudut ruangan dekat pantry dan toilet. Dan harga seporsi lontong sayur mak Wati dengan lauk telor, cukup dibayarkan dengan harga Rp 7.000 per piringnya.
Subhanallah, mengenyangkan buat kami dan semoga membawa berkah buat mak Wati sekeluarga. Tetap semangat mak Wati melayani kami meski sekarang punya aktifitas tambahan jadi selebritas media.
Share:

Monday, December 3, 2012

Dialah Wanita Pertama Dalam Hidupku Kisah Inspiratif Muslim

Dua puluh satu tahun telah berlalu usia pernikahanku. Sedikit banyak, aku telah mendapatkan cahaya baru dari kilasan-kilasan cinta.


Suatu waktu aku akan keluar bersama seorang wanita, dan dia bukan istriku. Ide tersebut lahir dan disarankan oleh istriku ketika suatu hari ia melintas di hadapanku dan berkata, “Aku tahu bahwa abang sangat mencintainya.” Wanita yang istriku berharap aku dapat keluar bersamanya dan menyediakan waktu yang cukup untuk menemaninya adalah ‘bundaku’. Beliau telah menjalani masa sendiri selama sembilan belas tahun semejak ditinggal pergi oleh ayahku selamanya. Namun pekerjaan-pekerjaan di kantor, kehidupan harianku bersama tiga orang ‘pangeran-pangeran kecilku’ dan tanggungjawab-tangggungjawab lainn yang menyebabkan aku sangat jarang sekali menjenguknya.

Suatu hari aku menelepon dan mengundang beliau untuk ikut makam malam. Pertanyaan beliau menakjubkanku, “Apakah Asha baik-baik saja?” Maklum, menurutku beliau tidak biasa menanyakan ungkapan-ungkapan seperti itu kepadaku, terutama –mungkin- mengenai waktu aku menghubungi beliau di saat tengah malam.

Aku menjawab, “Ya, Asha baik-baik saja. Dan Asha ingin sekali menghabiskan waktu bersama bunda.” Beliau berkata, “Kita berdua saja?” Kemudian beliau terdiam sejenak, lalu menjawab, “Ibu sungguh sangat menyukainya”.

Pada hari sabtu sore, setelah kembali dari kantor, aku langsung mengendarai ‘Feroza Hijauku’ melintasi jalan menuju rumah kediaman beliau. Aku sedikit segan dan gugup saat tiba di halaman rumah beliau. Namun aku juga membaca kekwatiran di wajah beliau. Beliau sedang menungguku di samping pintu rumah, mengenakan pakaian panjang dengan jilbab biru cantik yang menutupi kepalanya. Aku kembali teringat pakaian itu adalah hadiah terakhir yang dibeli oleh ayahku sebelum beliau wafat.

Beliau tersenyum seperti malaikat dan berkata, “Bunda telah katakan kepada semua tetangga bahwa bunda akan keluar bersama anak bunda hari ini. Mereka semua begitu senang mendengarnya. Tetapi mereka tidak shabar menunggu cerita-cerita bunda bersama Asha yang akan bunda ceritakan kepada mereka setelah bunda kembali nanti.”

Kami pun berangkat menuju sebuah restoran Padang yang tidak terlalu megah. Interior khas Minangnya begitu anggun dan suasana di dalamnya sangat indah dan asri. Aku menggandeng beliau dengan erat dan mesra, seolah beliaulah ‘wanita pertama dalam hidupku”. Setelah kami mendapatkan tempat duduk, aku mulai membacakan daftar menu makanan dan minuman yang disediakan. Sebab beliau saat ini tidak lagi mampu untuk membaca kecuali susunan huruf-huruf yang besar saja. Di saat aku sedang membacakan susunan menu, beliau menatapku dan melayangkan selembar senyum menyejukkan. Sesaat kemudian sebaris kalimat terucap, “Bunda adalah orang yang telah membacakan sesuatu untuk Asha ketika Asha masih kecil dulu.”

Kemudian aku menjawabnya, “Tiba kini waktu yang tepat. Sesuatu yang menjadi hutang Asha terhadap apa yang bunda telah persembahkan untuk Asha.”

Kami mengobrol panjang lebar sambil menikmati makanan yang tersaji. Masing-masing kami tidak menemukan sesuatu yang asing dari kebiasaan kami saat ‘curhat’. Cerita-cerita masa lalu yang penuh kenangan juga kami selingi dengan cerita dan pengalaman baru. Tanpa terasa kami lupa waktu hingga akhirnya tiba waktu tengan malam. Selang beberapa saat aku segera mengantar beliau pulang.

Ketika kami sampai di rumah, beliau berkata, “Bunda setuju bila kita dapat keluar bersama sekali lagi, tetapi bunda yang akan mentraktir Ahsa. Deal?” Aku mengangguk ramah lalu mencium tangan beliau dan mengucapkan salam, “Salam wa rahmah alaiki, wahai bundaku!”

Setelah melewati beberapa hari, wanita yang telah menjadi ‘hati bagi anak-anaknya’ tersebut meninggal dunia. Kejadian itu berlalu sangat cepat dan aku belum dapat melakukan sesuatu pun untuknya. Setelah kejadian yang menyedihkan itu, aku mendapatkan sebuah ‘lembaran’ dari restoran Padang, tempat kami menikmati makan malam bersama beberapa waktu yang lalu. Termaktub padanya tulisan dengan huruf-huruf besar yang rapi, “BUNDA TELAH MEMBAYAR TRAKTIRAN BUNDA LEBIH AWAL. BUNDA TAHU BAHWA BUNDA AKAN PERGI. YANG PENTING, BUNDA TELAH MEMBAYAR UNTUK JATAH DUA ORANG, UNTUK ASHA DAN ISTRI ASHA.KARENA SESUNGGUHNYA ASHA TIDAK AKAN MAMPU MENTAKDIRKAN APA MAKNA MALAM ITU BERKAITAN DENGAN BUNDA. BUNDA MENCINTAI ASHA.”

Dalam satu kesempatan aku mulai memahami dan menghargai makna kalimat “Cinta” atau “Aku mencintaimu”. Apalah artinya di saat kita menjadikan arah lain yang akan merasakan cinta kita dan orang yang kita cintai. Tidak ada sesuatu yang lebih berarti daripada cinta dan kasih sayang kedua orang tua dan lebih khusus cinta seorang “bunda”. Aku akan mempersembahkan semesta waktu yang mereka berhak atasnya, dan dialah hak Allah sepenuhnya dan hak mereka. Perkara-perkara ini jangan sampai kuperlambat lagi.

Source: http://www.eramuslim.com
Share:

Saturday, December 1, 2012

KISAH INSPIRATIF - SELAMAT JALAN AYAH

(Catatan kecil seorang anak, mengiringi kepergian ayah tercinta)
Ayah,
Sengaja ku tulis sebagian kenangan terindah bersamamu hingga Allah  menetapkan batas akhir  aku bisa bicara denganmu secara langsung. Bukan sebuah kebetulan tentunya bahwa batas itu Allah takdirkan sehari sebelum usiaku genap 43 tahun. 9 Nopember 2012, sebuah hari yang Insya Allah akan aku ingat karena ada pelajaran besar dan sangat berharga dari Allah untukku.
Ayah,

Masih sangat segar dalam ingatanku ketika 24 tahun lalu sebelum aku meninggalkan rumah untuk mencari karunia Allah engkau berpesan dengan penuh keyakinan :” Ini buminya Allah, nak. Disanapun walaupun jauh dan ayah tidak bisa melihatmu setiap hari juga buminya Allah. Pemiliknya satu, mintalah kepada pemiliknya terhadap berbagi hal. Jangan lupa istiqomahlah dengan salah satu amalan Rasulullah yaitu puasa sunah Senin-Kamis. Insya Allah kamu akan selalu diberi Allah jalan keluar dari berbagai kesulitan.”
Jujur, kalimat tersebut menghujam kuat disanubariku, menguatkan mental dan jiwaku. Ada  sandaran kuat yang ayah tanamkan kepadaku yaitu Allah dan Rasulnya. Semampuku aku berusaha untuk bisa istiqomah dengan nasehatmu, walaupun mungkin masih jauh dari harapanmu.
Setelah hari itu, mulailah aku belajar mengarungi kehidupan yang cukup keras ini dengan segala liku-likunya tanpa bimbingan langsung dari ayah. Sedang aku sendiri sudah tidak banyak tahu aktifitas keseharian ayah. Cuman sering kali aku merasa rindu dengan nasehat ayah yang selalu menyejukkan hatiku.
Ayah,

Kalaulah Allah menghendaki sakitmu sebulan kemarin tentunya bukan tanpa maksud. Sungguh selama ini memang Allah rasanya tidak pernah memberimu sakit yang cukup berat. Paling banter pusing atau capek dan alhamdulillah paginya sudah sembuh. Satu hal yang membuatku malu ketika ayah merasa merepotkan anak-anaknya ketika harus keluar masuk rumah sakit sebagai ikhtiar. Betapa hanya dengan beberapa hari saja di rumah sakit ayah sudah merasa merepotkan kami sebagai anak-anaknya. Padahal kami justru yang selalu merepotkanmu dari bayi sampai kemarin itu. Nggak sanggup aku menghitung  jasamu, ayah…. .
Hari yang sangat berat bagiku ketika dalam perjalanan 3 adikku yang sudah duluan menungguimu di rumah sakit masing-masing memintaku agar segera ke rumah sakit. Aku nggak menghitung lagi waktu tempuh Cepu-Blora yang biasanya sekitar 45 menit. Yang ku tahu pedal gas sudah kuinjak dengan sempurna sembari konsentrasi di beberapa tikungan yang cukup tajam. Aku hanya berfikir pasti ada sesuatu yang besar yang ingin ayah sampaikan kepadaku.
Sesaat setelah sampai ke ruang Mawar kucium tanganmu dan kupeluk badanmu yang semakin kurus. Aku terkejut ketika ayah kutanya apakah yang dirasakan dan bagaimana dengan obat yang diberikan dokter. “ Ayah sudah nggak kuat lagi nak, ayah sudah semampunya berusaha untuk bisa minum obat dan sedikit makanan yang disiapkan rumah sakit. Semuanya sudah di tolak oleh tubuh ayah, semua sudah nggak bisa masuk. Seandainyapun Allah menghendaki ayah untuk sowan( menghadap) sebaiknya tidak di sini, tapi di rumah saja.” Pecah tangis istri dan adik-adikku…

Aku berusaha tabah untuk menerima nasehat dan keinginan berikutnya dari ayah. “ Sekarang urus kepulangan ayah dari rumah sakit dan hubungi 2 adikkmu yang masih di Berau (Kaltim).” Berbagi tugas dengan adikku ke 4 yang kebetulan sudah duluan sampai dari Pontianak untuk mengurus segala administrasi, aku berusaha menghubungi adik-adikku sesuai permintaanmu. Sempat salah satu adikku keberatan kalau ayah dibawa pulang dengan kondisi seperti itu. Pelan-pelan aku jelaskan pada mereka bahwa seandainya jalan terbaik bagi ayah adalah panggilan Allah, kasihan sekali kalau ayah merasa tertekan secara psikis dan kitapun tidak mungkin bisa menungguinya saat berada di ruang perawatan. Entahlah, aku melihat betapa ayah sudah begitu ikhlas ingin segera menghadap Rab-nya.
Ayah,

Aku begitu kaget ketika ayah sampai di rumah. Ternyata banyak sudah tetangga yang menunggu. Aku pikir karena ayah baru pulang dari rumah sakit. Ternyata dugaanku keliru. Ibu cerita bahwa rumah ini selalu penuh tamu sejak ayah sakit, dan itu bahkan sampai tengah malam. Setiap hari selalu begitu. Ah, ayah… betapa Allah memuliakanmu. Satu sisi kami senang dengan kunjungan dan do’a mereka walaupun  disisi lain menjadi sangat sulit bagi ayah untuk bisa istirahat. Bahkan sebagian dari mereka rela tidur dengan alas tikar dan sebagian lagi menggelar terpal. Sebagian lagi malah tidur di tegel yang cukup dingin itu. Aku jadi teringat perkataan ayah ketika anak-anakmu dulu kepingin banget merenovasi lantai rumah dengan keramik yang murahan sekalipun. Saat itu ayah menolak secara halus dengan alasan : ” Sudah cukup aja dengan tegel seperti ini, yang umum aja, agar tetangga tidak sungkan kalau mau kesini”. Aku mengerti sekarang…
Dua hari di rumah alhamdulillah ayah mulai bisa minum obat lagi dan sesekali makan bubur.  Kegiatan satu-satunya bagi ayah adalah minta dipijit tangan dan kaki oleh anak-anakmu sambil memutar tasbih di tangan kananmu. Hari ketiga ayah kelihatan lebih segar, masih mau makan bubur dan minum teh hangat. Kadang-kandang ayah menanyakan beberapa anak dan cucunya yang sedang main diluar.

Kamis, hari ke empat ayah dirumah. Kembali kondisi ayah drop. Satu-satunya rizqi yang Allah masih perkenankan masuk ketubuh ayah hanyalah air putih atau teh hangat. Kesadaran ayah masih normal, sehingga aku bisikkan di telinga ayah agar wirid menyebut nama Allah setiap saat. Ayah mengangguk dan dengan lirih ayah melanjutkan wiridnya.  Menjelang magrib ayah bertanya :” Le ( nak), kok belum datang ya yang jemput bapak ?” Aku berusaha meyakinkah ayah kalau kepastian Allah belum sampai waktunya. ” Tolong bapak di doakan dan di ikhlaskan ya .”  Aku  mengangguk sambil mendekati ibu apakah ibu sudah mengikhlaskan ayah kalau harus sowan.
Bedug Magrib baru terdengar dari musholla depan rumah. Aku kumpulkan adik-adikku untuk jamaah dan khusus mendo’akan kebaikan bagi ayah. Kalau seandainya Allah menghendaki ayah sehat, berarti ayah masih diberi kesempatan untuk membimbing kami dan menambah catatan amal kebaikannya, dan seandannyapun Allah menghendaki ayah untuk sowan, itulah yang terbaik karena ayah akan menghadap Yang Maha Penyayang. Ikhtiar harus semaksimal mungkin karena ikhtiar itu juga ada pahalanya. Sedangkan hasil terserah Allah saja, karena aku yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan ayah, apalagi ini malam Jumat. Begitu yang kusampaikan kepada adik-adikku.
Malam jumat itu praktis semalam kami tidak tidur, bergantian jaga dengan paman yang kebetulan menginap di rumah. Aku juga senang melihat adik-adik ayah begitu telaten menjaga ayah sambil mengajak ayah untuk selalu berdzikir menyebut asma Allah. Sekira jam 9.00 pagi Jumat itu tiba-tiba ayah terbangun dari dzikir panjang dan memanggil kami satu persatu. Mulai dari ibu, ayah membisikkan kata pamit, kemudian saya, lalu berlanjut ke adik-adik. Dengan isyarat ayah panggil satu persatu yang hadir untuk mendekat kemudian ayah ulurkan tangan untuk meminta maaf. Suasana jadi hening. Tiba-tiba ayah memanggilku untuk mendekat “ Jon, pindahkan ayah dari kamar ini ke ruang tengah supaya orang-orang yang hadir  bisa leluasa mendekat dan mendoakan”. Aku ajak beberapa tetangga untuk memindahkan ayah ke ruang itu. Dan ternyata benar apa yang ayah maksudkan, semakin banyak yang hadir dan mendoakan. Pelajaran yang luar biasa bagiku,ayah……
Jam 9.40 ketika aku lihat ayah berdzikir menyebut asma Allah dengan mata tertutup. Sebutan Allah itu semakin pelan ketika ayah meluruskan kedua kaki dan menaruh kedua tangan bersedekap seperti waktu sholat. Semakin pelan … dan seperti tertidur pulas ayah akhiri kehidupan di dunia ini. Subhanallah. Aku pastikan denyut nadi di beberapa titik dan kudekatkan telingaku di dekat hidung ayah. Innalillahi wa inna ilaihi ro’jiun….

Aku sampaikan kepada ibu dan adik-adikku bahwa ayah telah berangkat sowan kepada Rab-nya. Begitu juga kepada sanak saudara. Kucium ayah untuk terakhir kalinya , diikuti oleh ibu dan adik-adikku. Kulihat adik-adik ayah yang semuanya laki-laki itu mulai merawat dan menyiapkan segala keperluan jenazah. Beberapa orang dari rukun kematian mendekatiku dan bertanya dengan pelan :” Mas, mau diteruskan atau dikebumikan besok jenazahnya?”. Aku jawab : “ Tidak ada yang ditunggu lagi kok mas, ba’da sholat Jumat aja, biar ayah bisa segera bertemu dengan yang dituju-nya”.
Sambil menunggu drum air penuh, aku duduk di kursi teras. Dua orang yang biasa khotbah Jumat di masjid dekat rumah mendekatiku . Mereka bercerita pengalaman bersama ayah. Yang satu bercerita bahwa ayah adalah santri sejak kecil, dan setiap Jumat selalu duluan kemasjid, bahkan ketika masjid masih sepi, duduk persis didepan mimbar, menunggu waktu sambil berdzikir dan tidak pernah dilihat mengantuk pada saat khotbah berlangsung. Aku jadi malu ayah…. , masih jauh yang aku lakukan dan dari contoh yang ayah berikan.
Yang kedua bercerita di setiap beliau menengok ayah ketika sakit sebulan terakhir, selalu ayah dalam keadaan berdzikir sambil memutar tasbih di tangan kanannya. Kalau ayah jamaah sholat Magrib pasti digenapkan dzikirnya sampai masuk waktu Isya. Kalau yang terakhir ini memang sering aku lihat ketika cuti dan ikut berjamaah bersama beliau.

Perkiraanku ayah baru sempat dimandikan setelah Sholat Jum’at. Ternyata keliru. Alhamdulillah semua berjalan cepat. Aku ajak 2 adikku yang laki-laki untuk membopong  jenazah ketika dimandikan, sementara ibu dan adik-adikku yang perempuan ikut menyiramkan air di tubuh ayah. Sesekali kulihat wajah ayah yang kelihatan lebih muda dari umurnya yang sudah 74 tahun, aku lihat kulit ayah menjadi lebih kuning dan bersih. Kurasakan tanganku yang menempel dipunggung ayah, rasa hangat di tubuh ayah. Ah , ayah… , ternyata anakmu ini hanya sekali memangku tubuhmu. Entah berapa ribu atau juta kali engkau lakukan itu terhadap aku dan anak-anakmu.

Selesai memandikan aku dan adik-adikku mandi dan berganti pakain. Betapa terkejutnya aku  ketika keluar kamar mandi ternyata ayah sudah di kafani dan di sholatkan oleh jamaah. Ruang tengah itu jadi penuh sesak. Ah, ayah… semakin yakin aku akan kemurahan Allah padamu hari ini, betapa ayah semuanya ingin cepat. Beberapa adikku bertanya :” Mas kita ketinggalan untuk ikut menyolatkan bapak”. Aku bilang :” Kita tunggu mereka selesai berdo’a, nanti kita anak-anak dan cucu-cucunya sholat jenazah sendiri”.
Ayah,
Aku menyaksikan sendiri betapa ayah begitu dekat dengan tetangga dan jamaah masjid. Selesai sholat Jumat seluruh jamaah masjid datang ke rumah untuk menyolatkan ayah . Sholat jenazah yang ketiga pada hari itu. Masya Allah. Beberapa pengurus masjid cerita kalau ayah selalu paling duluan kalau diajak kerja bhakti di masjid. Bahkan untuk urusan masjid atau musholla ayah tidak pernah menyuruh orang lain untuk membeli semen misalnya. Ayah selalu berangkat sendiri dengan sepeda tua kesayangan ayah, walaupun sebaliknya ketika ayah perlu beli semen untuk rumah biasanya minta tolong keponakan yang memang tidak jauh dari rumah. Pernah siang hari tiba-tiba ayah membawa 3 batang besi dengan sepeda karena tiang pengeras suara musholla depan rumah yang sebelumnya dari bambu itu roboh dimakan usia.
Keberangkatanmu ke liang lahat juga aku rasakan sangatlah cepat. Hampir aku tidak mampu mengikuti langkah cepat adik-adikku dalam mengantarmu ke makam. Begitupun ketika engkau kami turunkan ke liang lahat, terlihat tenang di wajah ayah.
Ayah,
Kalau saat ini aku sudah tidak mungkin lagi menemani dan menungguimu, sungguh kami anak-anakmu sudah menyerahkan engkau kepada Yang Maha Rahman dan Rahim, yang pengasihnya tidak tertandingi oleh kasihnya mahkluk, termasuk sayangnya kami kepadamu. Tetap saja lebih banyak dan tak terhingga Rahimnya Allah kepada makhluknya. Kami berkhusnudhon kepada-Nya atas kemurahan-Nya terhadap ayah. Ayah dipanggil dalam keadaan berdzikir dan hari Jumat. Ini tentu karunia luar biasa untuk ayah dan kami anak-anakmu. Ayah di takdirkan dipanggil oleh Allah dengan didampingi oleh ibu, paman, bibi, anak, dan semua cucumu. Ayah ditakdirkan bisa memohon maaf kepada seluruh yang hadir hari itu. Masya Allah. Sungguh kami sangat bersyukur dengan keadaan ini walaupun satu sisi kami merasa kehilanganmu.
Aku hanya bisa senantiasa berdo’a untuk memohonkan ampunan kepada yang Maha Pengampun dan memohonkan kebaikanmu di alam kubur dan di alam akherat kelak. Insya Allah kami pasti menyusulmu….

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

Source: http://www.eramuslim.com
Share:

2 Muslim Bintang NFL Amerika Lebih Memilih Naik Haji Dibandingkan Puncak Karirnya

PADA puncak karir mereka, dua Muslim bersaudara pemain National Football League (NFL) Amerika, Husain dan Hamza Abdullah, terlihat secara “sukarela” mengorbankan jutaan dolar nilai pertandingan ketika mereka memutuskan absen dalam pertandingan demi untuk bisa pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji.

Kedua pemain Muslim ini merasakan adanya kebutuhan mendesak berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji tidak hanya sekedar mencari pemenuhan spiritual yang lebih besar, tetapi juga dalam upaya memelihara toleransi yang lebih besar atas iman Islam mereka, jaringan televisi NBC melaporkan.
Ketika koresponden NBC Mary Carillo bertanya kepada Husain, 27, kenapa dia memutuskan untuk pergi dalam perjalanan ke Mekkah pada tahun 2012 ini, Husain mengatakan “itu adalah cerita panjang … Tahun lalu, ada perang batin dalam hatiku di jiwaku … sesuatu yang akhirnya secara drastis hilang. ”
“Kami sudah bermain sepak bola sejak kami berusia 8 tahun,” kata Husain Carillo.

“Ada lebih kehidupan daripada ini semua,” ujarnya, menambahkan bahwa ia dan Hamza, 29, merasakan hal yang sama dan perlu melakukan sesuatu yang lebih besar di luar bermain sepak bola.
Dengan demikian, Husain, yang telah menjadi seorang starter dengan klub Minnesota Vikings, dan kakaknya, Hamza, yang bermain di Arizona Cardinals, membuat keputusan untuk terbang ke Mekkah Oktober lalu dalam upaya menunaikan ibadah haji.

Berada di tengah-tengah kerumunan jamaah haji di Mekkah dan menghabiskan berjam-jam di jalanan, semuanya itu dilihat oleh Husain sebagai pelajaran untuk mengajarkannya bagaimana “bekerja dalam kesabaran.”
Didampingi oleh tim koresponden NBC ke Mekkah, para pemain NFL ini terlihat mengenakan dua lembar kain putih seperti jamaah haji lainnya dan tidur di tempat tidur sederhana, yang hal itu bertolak belakang dengan kehidupan mereka sehari-hari sebagai bintang olahraga yang biasanya mendapatkan layanan hotel mewah.
Share:

Wednesday, November 28, 2012

DARI SEORANG PENYANYI KINI MENJADI QARI "AL-QUR'AN"

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu : “Bahwa pada suatu hari, beliau melewati suatu tempat pada arah Kufah, tiba – tiba beliau mendapati sekumpulan orang – orang fasik yang sedang meminum khamr. Diantara mereka, ada seorang penyanyi yang bernama Radzan yang bernyanyi sambil memainkan alat musik, dan memiliki suara yang indah. Kemudian ketika Abdullah bin Mas’ud mendengar suaranya ia berkata : “Aduhai alangkah indahnya suara ini seandainya digunakan untuk membaca al-Quran.” Kemudian Abdullah bin Mas’ud menutupi kepalanya dengan kain nya dan berlalu.

Ketika Radzan mendengar ucapan Ibnu Mas’ud (secara sayup-sayup), ia pun bertanya kepada teman – teman nya : “Siapakah orang ini?” Maka teman – teman nya menjawab : “Dia adalah Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu, dia adalah sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.”
Kemudian ia (Radzan) bertanya lagi : “Apa yang ia katakan tadi?”
Lantas mereka menjawab : “Sesungguhnya ia tadi berkata : “Aduhai alangkah indahnya suara ini seandainya digunakan untuk membaca al-Quran.”
Kemudian tersentuhlah hati Radzan dengan ucapan tersebut, lalu ia pun melempar Al-’Ud (semacam alat musik jenis kecapi) ketanah dan menghancurkan nya.

Kemudian ia bergegas mencari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu hingga ia menemuinya, lalu ia meletakkan sapu tangan dilehernya. Lantas ia menangis dihadapan Abduillah bin Mas’ud, maka Abdullah bin Mas’ud memeluknya dan menangislah mereka berdua.
Kemudian Abdullah berkata : “Bagaimana aku tidak mencintai orang yang Allah Ta’ala telah mencintainya (karena bertaubat).” Ia pun bertaubat dari dosanya dan senantiasa mengikuti pelajaran Abdullah bin Mas’ud. Sehingga ia pun mendapatkan banyak manfaat dari al-Quran serta ilmu darinya, yang pada akhirnya hal tersebut menjadikan nya seorang Imam dalam bidang ilmu.”
[Qaidul Awabid hal 20. Agar Anak Mudah Menghafal al-Quran, hal 168-169. Hamdan Hamud Al-Hajiri. cet Darus Sunnah]

Subhanallah…
Sangat jarang sekali yang ada seperti ini pada zaman ini. Bahkan yang banyak terjadi adalah orang yang dianggap ustadz, menjadi seorang Penyanyi. La Haula wa La Quwata Ilaa Billah -semoga Allah memberi hidayah kepada mereka-.
Sumber: Abu Abdillah Prima Ibnu Firdaus ar-Roni al-Mirluny
Share:

Karena Kesabarannya, Seorang Pemuda Sembuh dari Lumpuh..

Seorang dokter spesialis luka dalam Riyadh yang bernama Dr. Khalid Al Jubir berkisah tentang dirinya dan sahabatnya. Beginilah kisahnya, selama kuliah dulu dia memiliki seorang teman mahasiswa akademi militer. Dalam semua hal dia memiliki banyak kelebihan dibanding teman-temannya yang lain. Selain baik hati, pemuda ini juga amat rajin shalat malam dan tidak pernah lalai menjalankan shalat lima waktu.

Pemuda ini lulus dengan nilai memuaskan. Tentu saja ia sangat ingin senang. Namun tak ada yang bisa menduga jalannya takdir. Suatu saat pemuda ini terserang penyakit influensa, dan sejak saat itu fisiknya menjadi lemah hingga mudah terserang berbagai macam penyakit. Hingga karena komplikasi penyakit yang beragam, ia menjadi lumpuh. Tubuhnya tidak mampu lagi digerakkan sama sekali. Semua dokter yang menanganinya mengatakan kepada Dr.Khalid, kalau kemungkinan kesembuhan untuk pemuda itu sekitar 10% saja.
Pada saat Dr.Khalid membesuknya di rumah sakit, ia melihat pemuda itu tak berdaya diatas ranjangnya. Dr.Khalaid datang untuk menghiburnya. Namun Subhanallah, apa yang ia dapatkan justru sebaliknya, wajah pemuda it cerah jauh dari mendung kedukaan. Pada wajah itu jelas sekali terpancar cahaya dan kilauan iman.

”Alhamdulillah, saya dalam keadaan sehat-sehat saja. Saya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Taa’ala semoga Anda lekas sembuh.” kata Dr.Khalid membuka pembicaraan. Di luar dugaan pemuda itu menjawab,”Terimakasih untuk doamu. Sesunggunya saudaraku, mungkin saat ini Allah tengah menghukumku karena lalai dalam menghafal Al-Qur’an. Allah menguji saya, agar saya segera menuntaskan hafalan saya. Sungguh ini adalah nikmat yang tiada terkira.”
Dr.Kahlid terpana mendengar jawaban menakjubkan itu. Bagaimna mungkin cobaan begitu berat yang tengah dialami pemuda itu dianggap sebagai suatu nikmat? Benar-benar ini adalah suatu pelajaran baru yang amat berharga bagi dirinya sehingga ia merasa tak berharga dihadapan pemuda itu.
Dr.kahlid teringat akan sabda Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassallam : ” Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Seluruh perkaranya mengandung kebaikan. Hal ini hanya ada pada seorang mukmin. Ketika ia dikaruniai kesengangan ia bersyukur, maka hal iti baik baginya. Dan ketika ia ditimpa kesedihan, ia menghadapinya dengan sabar dan tabah, maka hal itu baik baginya.” (Riwayat Muslim)
Jujur saja Dr.Kahalid teramat mengagumi ketabahan pemuda itu. Beberapa pekan kemudian ia membesuk sahabatnya itu, sepupu sang pemuda berkata,”Coba gerakkan kakimu, coba angkat kakimu ke atas.” Pemuda itu menjawab,”Sungguh saya amat malu kepada Allah untuk terburu-buru sembuh. Jika kesembuhan itu yang terbaik bagi Allah, aku bersyukur. Namun, apabila Allah tidak memberikan kesembuhan padaku hanya agar aku tidak melangkah ke tempat-tempat maksiat aku pun bersyukur. Allah Maha Tahu yang terbaik untukku.

Allahu Akbar, betapa kalimat itu sangat menggetarkan. Setelah peristiwa itu Dr.khalid menempuh program magisternya ke luar kota. Beberapa bulan setelah itu ia kembali dan yang pertama diingatnya adalah pemuda sahabatnya itu. Dalam benaknya ia berpikir,”Paling saat ini ia sedang terbaring lemah di atas kasurnya, jika ia kemana-mana pastilah ia digotong.”
Ternyata menurut teman-temannya pemuda itu sudah pindah ke ruang penyiapan untuk mendapatkan pengobatan alami. Pada saat Dr.Khalid menemuinya, ia tengah duduk di kursi roda. Dr.Khalid senang sekali melihatnya hingga berkali-kali ia mengucapkan syukur.
Pemuda itu dengan spontan menyampaikan kabar gembira yang tak terduga ”Alhamdulillah saya telah menyelesaikan bacaan Al-Qur’an.” katanya penuh semangat. ”Subhanallah” Dr.Khalid memekik kagum. Setiap kali membesuknya ia selalu mendapat hikmah yang semakin mempertebal keimanannya.
Tidak lama berselang, Dr.Khalid kembali pergi ke luar kota selama empat bulan. Dan selama itu pula ia tidak pernah bertemu dengan pemuda sahabatnya yang sangat tabah itu. Hingga saat ia kembali, ia menerima kenyataan yang amat sulit diterima oleh akal manusia. Namun, bagi Dzat yang Maha Tinggi, bukanlah hal yang mustahil terjadi. Jangankan hanya sakit, tulang-belulang yang telah hancur pun bisa dihidupkan kembali menjadi manusia yang utuh.
Pada waktu Dr.Khalid sedang shalat di mushalla rumah sakit itu. Tiba-tiba ia mendengar sapaan seseorang, ”Abu Muhammad!” Reflek dia menoleh dan pandangan di hadapannya membuatnya terpana. Ia tak mapu mengucap sepatah kata pun. Benar, Wallahi (Demi Allah -red) yang berdiri di hadapannya adalah pemuda sahabatnya yang dulu lumpuh total. Namun di hadapannya kini ia dapat berjalan kembali dengan normal dan segar bugar. Allahu Akbar, sesungguhnya keimanan lah yang dapat memunculkan keajaiban.
Spontanitas, Dr. Khalid menangis. Pertama dia menangis karena terharu dan senang akan karunia Allah berupa kesembuhan untuk sahabatnya itu. Kedua ia menangis untuk dirinya sendiri yang selama ini lalai untuk mensyukuri nikmat-nikmatNya.

Ternyata, karunia untuk sahabatnya tidak hanya sebatas itu. Ia diterima sebagai delegasi Universitas Malik Su’ud Riyadh, kerajaan Saudi Arabia untuk melanjutkan studi magisternya. ”Dr. Khalid apa yang saya terima ini justru akan menjadi malapetaka bagi saya jika saya tidak mensyukurinya.” Paparnya kepada Dr.Khalid.
Setelah tujuh tahun, pemuda itu mengunjungi Dr. Khalid kembali dalam rangka mengantar kakeknya yang terkena penyakit hati. Dan Subhanallah, ia telah menjadi seorang mayor!
Dr.Khalid kembali meneteskan airmatanya. Ia berdoa kepada Allah agar pemuda itu selalu dalam kebaikan dan selalu istiqomah di dalam iman dan islam. Sungguh Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan permohonan setiap hambaNya.
(Ummu Faros, dari penjagaan Allah kepada hamba-hambaNya yang shalih; Khalid Abu Shalih )

Source: http://www.kisahislam.net
Share:

Tuesday, November 27, 2012

Kelembutan Rasulullah Dan Pengemis Yahudi

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Rasulullah Muhammad SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari, sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain adalah isteri Rasulullah SAW. Beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”
Aisyah RA menjawab, “Wahai Ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum Ayah lakukan kecuali satu saja.”

“Apakah Itu?”, tanya Abubakar RA. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana”, kata Aisyah RA.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapa kamu?!”
Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).”

“Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, bantah si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia….”
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

(cara-muhammad.com)
Share:

Monday, November 26, 2012

Tiga Hari Bersama Penghuni Syurga

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa’i, Anas bin Malik bercerita tentang kejadian bersama Rasulullah SAW.
Anas bercerita, “Pada suatu hari kami duduk bersama Rasulullah SAW, kemudian beliau bersabda, ‘Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga.’ Tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang j
anggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengikat sandalnya pada tangan sebelah kiri.”
 Esok harinya, Rasulullah SAW berkata begitu juga, “Akan datang seorang lelaki penghuni surga.” Dan muncullah laki-laki yang sama. Begitulah, nabi mengulang sampai tiga kali.
Ketika majlis Rasulullah selesai, Abdullah bin Amr bin Ash ra. mencoba mengikuti seorang laki-laki yang disebut oleh nabi sebagai penghuni surga ini. Kemudian dia berkata kepadanya, “Saya ini bertengkar dengan ayah saya, dan saya berjanji pada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan pulang ke rumah menemuinya. Maukah kamu memberi tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu?”

Abdullah mengikuti orang itu ke rumahnya, dan tidurlah ia di rumah orang itu selama tiga malam. Selama itu Abdullah ingin menyaksikan ibadah apa gerangan yang dilakukan orang itu yang disebut Rasulullah sebagai penghuni surga. Tetapi selama tiga hari itu pula dia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya.
Kata Abdullah, “Setelah tiga hari aku tidak melihat amalannya sampai-sampai aku meremehkan amalannya, lalu aku berkata, ‘Hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak sedang bertengkar dengan ayahku, dan tidak juga aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah SAW berkata tentang dirimu sampai tiga kali. “Akan datang seorang darimu sebagai penghuni surga.” Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu.”

Lalu laki-laki itu berkata, “Yang aku amalkan tidak lebih dari yang kau saksikan.” Ketika aku mau berpaling, kata Abdullah, lelaki itu memanggil lagi, kemudian berkata, “Demi Allah, amalku tidak lebih dari yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk terhadap kaum Muslim, dan aku tak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah pada mereka.”

Lalu Abdullah berkata, “Begini bersih hatimu dari perasaan jelek terhadap kaum Muslim, dan alangkah bersih hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tingkat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami lakukan.”
Share:

Cari Artikel Di Sini.

Advertice

loading...

Recent

Kitab AlHikam

WebAris.Id

Copyright © Irsyah Putra
Author by Healthy Life | Support by WebAris.Id