Twitter Facebook Delicious Digg Stumbleupon Favorites More
Showing posts with label Kisah Mualaf. Show all posts
Showing posts with label Kisah Mualaf. Show all posts

Wednesday, May 29, 2013

Kisah Mualaf Cilik: Papa-Mama...Rio Tunggu di Pintu Surga.....

Agnes adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekadar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting, sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.

Karena ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja,red).

Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan mengguncang keduanya. Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.

Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja. Martono heran.

Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak. Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”

Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama. Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”

“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono. “Nggak, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhir.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.” Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.

Suara Gaib, Menghajikan Pembantu, dan Bertemu Rio di Mekkah
Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”

Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah. Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?” “Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp. 17.850.000. Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia di sini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”

Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Agnes mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Mama Menjadi Mualaf
Satu malam saat tertidur, Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.

“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.” Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Allah terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.

Setelah memeluk Islam, Agnes secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Martono terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.

“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono. “Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih. Ia pasrah akan segala risiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.

Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.

Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung. Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes, berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu.

Selesai shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”

Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam. Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.

SUBHANALLAH
semoga kita bisa mengambil hikmah nya . AAMINNN
Share:

Friday, November 30, 2012

Mantan Tukang Tato Yakuza Jadi Imam Masjid di Jepang

Masih Ingatkah dengan KIsah yang satu ini..
yah kisah Seorang Mualaf di Jepang. Nama aslinya Taki Takazawa. Rambutnya gondrong dan tubuhnya dipenuhi tato. Secara penampilan, dia nampak mirip dengan anggota kelompok mafia Jepang, biasa disebut Yakuza. Dia memang mantan tukang tato para anggota geng paling ditakuti di Negeri Matahari Terbit itu. Selama 20 tahun profesi itu digelutinya.
Tapi pandangan negatif pada penampilan fisiknya itu berubah saat dia mengumandangkan Azan. Takazawa kini menjadi Imam sebuah masjid di Ibu Kota Tokyo. Setelah mengucapkan dua kalimat Syahadat, Takazawa mencantumkan nama muslim Abdullah, berarti Hamba Allah Subhanahuwata’ala
Perkenalannya dengan Islam secara tidak sengaja terjadi di Wilayah Shibuya.

Takazawa melihat seseorang dengan kulit dan janggut putih. Orang itu juga mengenakan baju dan turban warna suci. “Orang itu memberikan sebuah kertas dan menyuruh saya membaca kalimat tertera bersama dia,” ujarnya seperti dilansir islamicmovement.org (2010).
Kalimat itu ternyata Syahadat, pengakuan pada ke-esaan Allah Subhanahuwata’ala dan Muhammad Shalallahu’alayhi wasallam sebagai utusannya. Meski tak paham secara keseluruhan, Takazawa pernah mendengar sepintas Allah dan Muhammad. Seperti kebanyakan penduduk Jepang, Takazawa menganut aliran kepercayaan Shinto.
Pertemuan dengan orang serba putih itu membekas di ingatan Takazawa. Dua tahun setelah memeluk Islam, dia bertemu lagi dengan sosok inspiratifnya itu. “Ternyata dia pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Saya bersyukur bisa bertemu dengannya,” katanya.
Imam Masjid Nabawi itu meminta Takazawa untuk menjadi Imam di masjid di wilayah Shinjuku. Sebelumnya, dia melaksanakan ibadah haji dan menimba ilmu beberapa bulan di Kota Makkah. Nama Takazawa terkenal lantaran dia menjadi satu diantara lima imam Masjid besar di Jepang, dari 13 juta populasi manusia di Tokyo.
Share:

Tuesday, November 27, 2012

Abigael Mitaart Masuk Islam, Setelah Yakin Yesus Bukan Tuhan

DETIK ISLAMI - KISAH MUALAF
ABIGAEL Mitaart, lahir di Pulau Bacan, Maluku Utara, 30 Maret 1949, dari pasangan Efraim Mitaart dan Yohana Diadon. Latar belakang agama keluarganya adalah Kristen Protestan. Ketika beragama Kristen Protestan, Mitaart sama sekali tidak pernah membayangkan untuk memilih agama Islam sebagai keyakinannya. Hal ini dapat dilihat dari situasi keluarganya yang sangat teguh pada keimanan Kristus.

Bagi Mitaart, tidaklah mudah untuk hidup rukun berdampingan bersama umat Islam. Hal ini terjadi karena sejak masa kanak-kanak ia telah dididik oleh keluarganya agar menganggap setiap orang Islam sebagai musuh yang wajib diperangi. Bahkan kalau perlu, seorang bayi Kristen diberikan pelajaran bagaimana caranya membuang ludah ke wajah seorang muslim. Semua ini mereka lakukan sebagai perwujudan dari rasa kebencian kepada umat Islam. Disanalah, Mitaart tumbuh dalam lingkungan keluarga Kristen yang sangat tidak bersahabat dengan warga muslim.

Mitaart tidak pernah absen pergi ke gereja setiap hari Minggu. Bahkan, ia berperan dalam setiap Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Misalnya, ia selalu diminta tampil di berbagai kelompok paduan suara untuk pelayanan lagu-lagu rohani di gereja. Selain itu, ia juga kerap mengikuti kegiatan ” Aksi Natal” yang diselenggarakan oleh gereja dalam rangka pelebaran sayap tugas-tugas misionaris (kristenisasi).

Tertarik Pada Islam
Ihwal ketertarikan Mitaart pada agama Islam berawal dari rasa kekecewaan kepada ajaran-ajaran Kristen dan isi Alkitab yang hanya berisikan slogan-slogan. Bahkan menurutnya, apabila para pendeta menyampaikan khotbah diatas mimbar, mereka lebih terkesan seperti seorang penjual obat murahan. Ibarat kata pepatah, tong kosong nyaring bunyinya.
Sekalipun Mitaart sudah menekuni pasal demi pasal dan ayat demi ayat dalam Alkitab, tetapi tetap saja ia sulit memahami maksud yang terkandung mengenai isi Alkitab.

Misalnya tertulis pada Markus 15:34, “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?”, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
“Lalu, siapakah Yesus Kristus sesungguhnya? Bukankah ia adalah paribadi (zat) Allah yang menjelma sebagai manusia? Lalu, mengapa ia (Yesus) berseru dengan suara nyaring dan mengatakan, Eli, Eli, lama sabakhtani? (Tuhanku,..Tuhanku,.. mengapa Engkau tinggalkan aku?)” ujar Mitaart.
Dari sana akhirnya Mitaart yakin bahwa Yesus Kristus bukanlah Tuhan. Walaupun sebelumnya iman kepada Yesus Kristus sangat berarti dalam kehidupannya. Apalagi, ketika itu didukung dengan ayat-ayat dalam Alkitab, seperti tertulis,”Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus Kristus). Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan. Kisah Para Rasul 4:12”  

Kemudian dilanjutkan lagi dengan Yohanes 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapak, kalau tidak melalui Aku (Yesus).”
Setelah membaca ayat ini, Mitaart mencoba membanding-bandingkan dengan satu ayat yang tertulis dalam QS. 3:19, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) pada sisi Allah SWT ialah Islam.”
Entah mengapa, Mitaart merasakan pikirannya berubah, ia menganggap suatu keajaiban yang luar biasa terjadi dalam dirinya. Selesai membaca ayat Al-Quran tersebut, Mitaart mulai merasa yakin bahwa ayat yang tertulis dalam QS. 3:19 itu bukanlah ayat rekayasa dari Nabi Muhammad, tetapi ayat tersebut sesungguhnya adalah firman Allah SWT. dan kehadiran agama Islam langsung mendapat ridha dari Allah SWT.

Mitaart merasakan sulitnya seorang Kristen sepertinya bisa memeluk agama Islam, tetapi ia yakin dengan keputusan untuk masuk agama Islam, karena ia berkesimpulan apabila seorang beragama Kristen kemudian memilih agama Islam, selain karena mendapat hidayah, ia juga termasuk umat pilihan Allah SWT.
Alhamdulillah, singkat cerita pada tanggal 22 Desember 1973, disebuah pulau terpencil bernama Pulau Moti di wilayah Makian, Maluku Utara dengan disaksikan warga muslim setempat, Mitaart mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat. Tanpa terasa air mata kemenangan berlinang, sehingga suasana menjadi hening sejenak, keharuan amat terasa saat peristiwa bersejarah dalam hidupnya itu berlangsung. Usai mengucap dua kalimat syahadat, namanya segera diganti menjadi Chadidjah Mitaart Zachawerus.
Keputusan Mitaart untuk memilih Islam, harus ia bayar dengan terusirnya dari lingkungan rumah. Pengusiran ini tidak menggoyahkan iman dan Islam Mitaart, karena ia yakin akan kasih sayang Allah SWT. yang senantiasa tetap memelihara hamba-Nya dalam lindungan-Nya.

”Jika Allah SWT menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah SWT tidak menolong kamu, maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu selain dari Allah SWT sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah SWT saja orang-orang mukmin berserah diri”. QS. 3:160
Share:

Magdalena: Aku Rindu Al Qur’an Setelah Aku Murtad

DETIK ISLAMI - KISAH MUALAF 
MAGDALENA, seorang wanita berusia 37 tahun. Usia yang  sudah tidak belia. Seiring berjalannya usia, muncul kemantapan hatinya untuk menentukan jalan hidupnya yang terasa sangat disesali atas pengalamannya selama ini. Penuturannya menambah pengalaman baru buat diriku. Setiap orang yang datang konseling padaku, memang selalumembawa masalahnya masing-masing. Aku berdo’a, semoga Allah Subhana Wa Ta’ala senantiasa mencurahkan hidayah-Nya kepada setiap hamba-Nya, aamiin.

Magdalena terlahir dari keluarga Muslim yang biasa saja. Dalam arti keluarga Muslim yang hampir kebanyakan di Indonesia; memiliki orang tua Muslim dan memiliki 2 orang anak. Sejak dini, sang anak sudah diikutkan ke TPA (Tempat Pengajian Al-Quran) di sebuah kota di Jawa tengah.
Akibat minimnya pengetahuan agama orang tuanya, akhirnya Magdalena kecil hanya mendapatkan pendidikan agama seadanya dari TPA, tempat dia belajar mengaji yaitu hanya cara membaca Quran.

Tanpa ada bimbingan akidah dan dasar dasar keimanan yang kuat, maka Magdalena kecil cenderung lebih suka bergaul dengan teman teman non Muslim.  Lingkungan tempat dia tinggal memang mayoritas non-Muslim.
Sampai pada usia remaja, Magdalena mulai berani main ke tempat ibadat agama lain, dan memang juga karena tidak juga dilarang oleh orang tuanya, maka dia pikir ini boleh, bahkan ikut dalam seremoni keagamaan, sampai akhirnya hal tersebut yang membuat dia berpikir bahwa semua agama adalah sama saja, hal ini pun diperjelas dengan Magdalena yang mulai puber dan memiliki pacar seorang dari non – Muslim. Dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, ia pun tidak terasa Magdalena sudah masuk kedalam keyakinan yang sangat jauh dari keadaannya sebagai Muslimah.

Pada satu hari, setelah lulus dari SMA, Magdalena memberanikan dirinya untuk berbicara dengan orang tuanya agar mengijinkan dia untuk merubah agamanya.
Sang ayah yang tadinya biasa saja akhirnya kaget dan tersentak dengan pengakuan dari anaknya. Sang ayag menentang keinginan Magdalena dengan sangat keras. Namun berkat bantuan pacarnya, Magdalena berhasil kabur dari rumah dan menumpang di rumah pacarnya tersebut.
Dari situ, Magdalena berubah menjadi Murtad. Sebenarnya, dia pun belum mengerti betul apa itu arti keluar dari Islam. Semuanya dibutakan oleh cinta mendalam kepada sang pacar.

Hari demi hari dilalui Magdalena dalam masa pembelajarannya, yang akhirnya dia menerima pinangan dari sang pacar untuk menjadi istrinya, dan dilakukanlah pernikahan secara catatan sipil, tidak melalui pernikahan agama, itupun dilakukan di luar negeri, yang katanya masih memperbolehkan pernikahan tanpa dasar agama sama sekali, dan menikahlah mereka tahun 2006 silam, di mana Magdalena sudah menginjak usia 32 tahun, dan dijalanilah rumah tangga barunya, dengan agama barunya tersebut.

Namun berjalannya waktu dan akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbukalah tabiat masing masing, dan kejelekan yang selama pacaran tersembunyi dengan apik, mulai terkuak dan kelihatan, yang membuat magdalena menjadi mulai bertanya Tanya apakah ini benar jodohnya? Lalu bagaimanakah dia yang sudah menggiring aku kepada agama dia dan membuat aku berpindah agama, kenapa sekarang dia tidak mengajari aku lagi? Dan kemanakah jemaat jemaat agama dia yang dulu sangat antusias waktu mengetahui aku berpindah agama dan sangat menyemangati aku?
Sekarang, sang suami sudah mulai memainkan tangannya untuk memukul, mabuk-mabukan, dan berani main perempuan. Iya, karena dalam agamanya saat ini kebiasaan buruk itu tidak dilarang, sebagaimana Islam sangat menjaga dan mengatur secara total kehidupan manusia mulai dari bangun hingga tidur.
Di sinilah awal Magdalena mulai mengingat kembali apa yang pernah dia pelajari dari kehidupan orang tuanya dulu; akur tentram sampai sudah tua. Hingga suatu hari sang suami berkata akan menceraikannya, karena dinilai sudah tidak cantik di samping ada wanita idaman lain yang memikat hati suaminya.

Bagai dihantam batu keras, Magdalena kehilangan pegangan dalam hidupnya. Dia mencoba untuk mendatangi petinggi agama yang dia anut saat itu. Apa boleh buat, lebih baik bercerai, pikirnya. Ia pun mencoba pindah tempat ibadah  demi mencari ketenangan batin hingga akhirnya dia diusir dan harus mencari tempat kost sampai perkara cerainya diselesaikan di pengadilan. Hal ini juga dikarenakan rumah tempatnya tinggal selama ini adalah milik suaminya. Ia berfikir tidak ada hak untuk tinggal di san, terlebih hak atas diri tidak diatur dalam agama yang kini dianutnya.

Terpuruk dalam keadaan yang sangat kelam, Magdalena menjadi pribadi pemurung. Ia kerap mengunci diri dalam kamar kostnya yang kecil dan pengap, tidak mau makan, dan enggan bersosialisasi dengan teman kost yang lain.
Sampai suatu hari, teman sebelah kostnya sedang mengaji, membaca ayat suci Al-Quran, lembut dan perlahan, dan Magdalena akhirnya mencoba untuk mendengarkan, dan hatinya perlahan lahan mulai terasa kesejukan dari lantunan demi lantunan ayat suci Al-Quran yang dibaca oleh teman sebelah kamarnya tersebut.

Akhirnya Magdalena memberanikan diri untuk berkenalan dan meminta teman sebelah kamarnya tersebut untuk membacakan ayat tersebut diulang dan diulang, dan diulang pada bagian yang sama,
Setiap hari ditunggunya teman sebelah kamar kost nya tersebut sepulang kerja dan dimintakan untuk membacakan ayat yang sama dan dibaca ulang sampai akhirnya Magdalena bisa mengingatnya dan menirukannya dan membaca sendiri, dan hafal.
Dia merasakan kelegaan yang luar biasa, Tuhan telah mengangkat beban hidupku pikirnya, dan ini menjadi hal baru dalam hidupnya, sebuah penyegaran terhadap kelamnya masa dia meninggalkan Al-Quran, kelamnya dunia saat dia meninggalkan Islam, dan dirasakan ternyata Tuhan itu tetap ada dan terus menemaninya pada saat tidak ada satu orang pun yang memperdulikan dia, yaitu Tuhan Allah Subhana Wa Ta’ala.

Namun Magdalena mencoba hatinya, apakah dia akan rindu tidak pergi ke tempat ibadah agamanya sekarang dan tidak melantunkan sepenggal ayat Quran yang dia sudah hafal, dia mencoba satu minggu tidak ke tempat ibadah agama dia, dan juga tidak melantunkan penggalan Quran, tidak ada hal aneh yang terjadi, hatinya biasa saja, dua minggu dia lakukan hal yang sama.
Namun sekarang ada kegelisahan tersendiri, hatinya selalu mengucap hafalan Quran yang dia coba untuk tidak diucapkan dalam dua minggu terakhir, sewaktu memasuki akhir minggu ketiga, akhirnya dia memang tidak rindu untuk ke tempat ibadahnya yang sekarang.

Dia lebih rindu dengan sepenggal bacaan Quran yang dia hafal, yang akhirnya membuat dia membuka komputer di warnet, mencari tahu bagaimana Islam, bagaimana menjadi seorang Islam, dan bagaimana hidup sebagai Muslimah. Segala kisah pelik itulah yang akhirnya membawanya kepada Mualaf.com dan akhirnya melakukan konseling dengan chatting lalu bertemu dengan Pembina mualaf wanita, sehingga antara wanita akan lebih mudah untuk terbuka, dan akhirnya sampailah kepada diriku, dan beberapa pembina lainnya. (MC)
Share:

Davis Memeluk Islam Setelah Membaca Surah Maryam

DETIK ISLAMI - KISAH MUALAF
MUSTAFA Davis lahir dan dibesarkan di wilayah teluk di Kalifornia Utara. Ia kini dikenal sebagai pembuat film dan seniman dunia. Sebagai seniman, Davis mencintai keindahan, dan keindahan paling indah di matanya adalah senyum seorang pria sederhana yang tulus, yang membawanya pada Islam 16 tahun lalu.

Semua berawal pada Rabu di bulan Mei 1996. Davis bertemu dengan seorang teman dalam perjalanannya menuju kampus. Belakangan Davis tahu ia dan pria bernama Whitney Canon itu belajar dalam kelas bahasa Prancis yang sama. Lalu, mengetahui bahwa Whitney adalah seorang seniman dan musisi sepertinya, Davis kerap menghabiskan waktu bersamanya terutama di ruang piano di aula musik kampusnya.

Selama satu semester, dengan cara menyelinap, ia dan Whitney menghabiskan waktu di ruangan piano tersebut, lalu bermain musik atau berbincang tentang persoalan kerohanian di sana. Pada suatu waktu, bersama Whitney Canon, Davis sedang menyantap sushi di sebuah restoran Jepang dekat kampus. Dalam kesempatan itu, Davis menyampaikan sebuah pengakuan bahwa dirinya lelah dengan kehidupan yang dijalaninya.

“Aku ingin mengembalikan hidupku pada jalurnya,” tulisnya dalam sebuah note dalam akun Facebook nya. Menurut Davis, gaya hidupnya kala itu menjauhkannya dari kesuksesan, dan hanya agama yang mungkin mengubah hidupnya. “Aku harus kembali ke gereja,” ujar mantan pemeluk Katolik ini.
Tiba-tiba Whitney bertanya apakah dirinya pernah berpikir tentang Islam. Davis menjawab “tidak” dan mengatakan pada Whitney bahwa Islam adalah agama Arab atau gerakan separatis bangsa kulit hitam. Dari banyak informasi dan peristiwa, Davis hanya memiliki stigma negatif tentang agama itu dalam otaknya. “Selain itu, aku belum pernah melihat Muslim yang baik dan taat waktu itu,” katanya.

Mendapati respons negatif dari Davis, Whitney kemudian bercerita tentang kakak laki-lakinya yang masuk Islam. Dari kakaknya, Whitney (yang saat itu belum menjadi Muslim) mengatakan bahwa Islam bukan hanya untuk Arab serta merupakan agama yang universal.
Whitney lalu melontarkan pertanyaan baru pada Davis, “Apakah kamu mengetahui Muhammad?”

Davis mengaku hanya mengetahui satu orang dengan nama Muhammad, yakni Elijah Muhammad (salah satu pemimpin utama di Nation of Islam). Whitney lalu menjelaskan hanya ada seorang pria bernama Muhammad yang merupakan nabi asal Arab yang sesungguhnya. “Kau harus mengenalnya,” kata Whitney.
Mendengar kata “Arab,” Davis tak tertarik untuk masuk ke dalam perbincangan yang lebih jauh tentang Islam. Ia kemudian mengakhiri perbincangan itu dan beranjak menuju tempat kerjanya, karena Davis bekerja pada malam hari.
Pulang dari tempat kerjanya, Davis singgah ke sebuah toko buku untuk membeli Bibel. Saat melewati deretan rak bertema “Filosofi Timur,” pandangan Davis tiba-tiba tertuju pada sebuah buku berwarna hijau. Nama “MUHAMMAD” tertulis dengan huruf timbul berwarna emas di sampulnya. Ia berpikir sejenak, kemuadian mengambil buku iti dari rak.

Rasa ingin tahu Davis tergugah saat membaca judul kecil di bawah tulisan MUHAMMAD yang berbunyi “Kehidupannya berdasarkan Sumber Paling Awal”.
Kata “sumber paling awal” menggelitik davis karena ia sangat mengetahui adanya debat teologis tentang sejumlah kesalahan yang ditemukan dalam Bibel.
Davis membuka buku itu dan dengan susah payah mencoba membaca banyak kata dalam ejaan Arab. Empat atau lima kalimat yang ia baca menyebut kata “Alquran” beberapa kali. Ejaan-ejaan Arab yang menyulitkan itu lalu dirasanya membenarkan pemahamannya bahwa Islam adalah agama orang Arab. Maka Davis mengembalikan buku itu ke rak.

Ketika Davis beranjak meninggalkan buku tersebut, tulisan emas di sampul buku itu kembali menarik pandangannya sehingga ia kembali melihat ke arah buku tersebut. Saat itu, ia melihat sebuah buku lain berjudul The Quran, dan teringat pada beberapa kata yang baru ia baca dalam buku berjudul Muhammad.
Setelah mengambil dan membukanya secara acak, Davis berhadapan dengan halaman pertama Surah Maryam. ia membaca surah itu dari awal hingga akhir dan merasakan tubuhnya menggigil saat membaca penjelasan detail tentang kelahiran Nabi Yesus (Isa as) yang menakjubkan.

Ia mengatakan ia tidak menyangka bahwa Muslim mempercayai kelahiran yang menakjubkan itu, dan Muslim tak mempercayai Yesus sebagai anak Tuhan. Sebagai seorang Kristen, ia tak pernah bisa menerima pernyataan bahwa Tuhan mempunyai anak.
Davis menangis dengan terjemahan Alquran di tangannya. Ia memutuskan membeli kitab itu, lupa dengan tujuannya membeli Bibel, dan meninggalkan toko buku itu.

Kamis pagi, saat berjalan menuju kampusnya, Davis melewati stan kecil milik seorang pria Senegal yang menjual kerajinan dompet dan boneka Afrika. Ia sibuk dengan seorang pembeli saat Davis menghampiri stannya dan melihat-lihat sebuah dompet. Ketika pelanggannya itu pergi, pria kulit hitam itu menghampiri Davis sambil tersenyum ramah.
“Senyumnya itu adalah sesuatu yang tidak pernah kutemukan sebelumnya. Aku hanya bisa menggambarkan bahwa senyum itu penuh dengan cahaya dan cinta,” ujar Davis.

Pria bernama Khadim itu menyapa Davis, “Hai, saudaraku, apa kabar?” dan melanjutkan dengan sebuah pertanyaan lain setelah Davis menjawabnya, “Saudaraku, apakah kamu seorang Muslim? Kamu terlihat seperti seorang Muslim.”
Belum habis kekagumannya dengan senyum Khadim, Davis dibuat terkejut dengan pertanyaan itu. Ia menjawab bahwa dirinya bukan seorang Muslim, namun baru membeli Alquran pada malam sebelum mereka bertemu. Senyum Khadim berkembang. Ia menghampiri Davis dan memberinya pelukan sambil terus berkata, “Ini sangat indah, saudaraku. Ini hebat. Aku bahagia untukmu. Ini adalah pertanda dari Allah. Kamu membuatku sangat bahagia, saudaraku.”
Ketakjuban Davis belum berakhir. Saat memasuki waktu Zuhur, Khadim meminta bantuannya untuk menjaga stan miliknya selama ia shalat. Davis bersedia dan melewatkan dua kelas hari itu.

“Aku belum pernah menemukan orang setulus dia, yang tersenyum padaku, memelukku, dan mengatakan dirinya berbahagia untukku.”tambah Davis.
Saat bersama Khadim itulah, seorang mahasiswa Pakistan menghampiri dan menyapa pria Senegal itu. Seperti Khadim, ia mengira Davis seorang Muslim, dan gembira saat mendengar Davis telah membaca Alquran. Ia lalu menawari menawarkan dirinya untuk menemani Davis melihat-lihat masjid. Dan Davis menerima tawarannya.

Keesokan harinya, mahasiswa itu menjemput Davis dan membawanya ke sebuah masjid milik Asosiasi Komunitas Muslim di Santa Clara Kalifornia setelah terlebih dulu ia mengajak Davis makan siang di rumahnya. Saat tiba di masjid, Davis disambut sekitar 40 pria yang menyapanya sambil tersenyum.
Setelah duduk dan bergabung dengan pria-pria tersebut, Davis ditanya apakah ia mengetahui sesuatu tentang Islam. Ia menceritakan Alquran yang dibelinya dan menyampaikan hal-hal tentang Islam yang diketahuinya melalui kitab tersebut. Lalu seorang di antara mereka bertanya apakah Davis mempercayai Nabi Muhammad dan tanpa ragu Davis menjawab ‘Ya.’

Davis juga ditanya apakah ia percaya bahwa Yesus adalah Tuhan atau anak Tuhan? Dan ia menjawab ‘Tidak’.
Mahasiswa Pakistan itu lalu menjelaskan banyak hal tentang Islam pada Davis. Ia menjelaskan tentang malaikat, kitab-kitab Allah, hari penghakiman (yaumul hisab), dan banyak lainnya. Setelah memberikan penjelasan itu, ia bertanya apakah Davis mempercayai semua itu. Davis kembali menjawab “Ya,” lalu pria itu berkata, “Itu adalah apa yang dipercayai oleh Muslim dan kamu mempercayainya. Maka apakah kamu ingin menjadi seorang Muslim?”
Davis kembali menjawab ‘Ya’ tanpa keraguan sedikitpun. Mahasiswa itu lalu membimbing Davis membaca syahadat tepat pada tanggal 17 Ramadhan 1416 H.
Share:

Sunday, November 25, 2012

Jerry Gray, Kisah Mualaf Seorang Mantan Angkatan Laut Amerika

DETIK ISLAMI - KISAH MUALAF

Namanya Jerry D Gray, penulis sejumlah buku laris, ternyata seorang mualaf yang sangat mencintai Indonesia
dengan mengurus naturalisasinya dari warga AS ke WNI, menikah dengan orang Indonesia dan menetap di Jakarta.

"Bagi saya Indonesia itu ibarat surga. Saya sudah ke banyak negara dan di sini saya mendapatkan kedamaian bergaul dan berinteraksi sosial dengan komunitas Muslim terbesar di dunia," ujar Jerry, di Bekasi, Minggu.

Beristrikan seorang perempuan Tasikmalaya dan dikaruniai seorang anak laki, Jerry menyatakan memiliki banyak kegiatan di Indonesia yang membuat dia makin betah yaitu memberikan pengajian, berbagi pengalaman dan menulis buku.

Tidak banyak orang yang menyangka Jerry D. Gray, warga AS Mantan perwira militer Angkatan Laut  negara adidaya itu, ternyata seorang mualaf yang tekun beribadah.

Jerry mengatakan, menjalankan ajaran Islam secara kaffah sebagaimana diajarkan dalam kitab suci Al`Quran. Semua itu baru terlaksana setelah berproses dalam waktu cukup lama.

Bagi penulis sejumlah buku di antaranya "Deadly Mist", "Demokrasi Barbar ala AS` dan "Dosa-dosa Media Amerika" itu, ketertarikan terhadap Islam dimulai justru dari tanah Arab tempat ajaran Islam itu sendiri pertama kali diturunkan kepada Rasul Allah SWT.

Sebagai AU yang ditugaskan di Arab Saudi, ia melihat betapa khusyuk dan ikhlasnya orang menjalankan shalat hingga mau meninggalkan segala aktivitas mereka termasuk berkaitan dengan uang sekalipun.

"Ketika mengalun suara adzan, dipinggir jalan orang pada shalat, karyawan toko dan mall semua shalat dan barang dibiarkan begitu saja namun tidak ada yang hilang. Semua melaksanakan shalat dengan khusuk," ujar Jerry, yang pernah selama 2,5 tahun menjadi wartawan di sebuah TV swasta di Indonesia itu.

Ia menjadi bingung sekaligus takjub. Setelahnya kesadaran untuk mengenal ajaran Islam langsung tak tertahankan. Ia melihat cahaya iman justru setelah melihat orang-orang melaksanakan Shalat.

Jerry mengaku ketika pertama kali memegang kitab suci Al Qur`an badannya langsung merinding, ketika akan membaca hatinya bergetar dan sejurus kemudian suara tangis mengiringinya membaca terpatah-patah ayat Al Qur`an.

Setelah hatinya merasa mantap ia kemudian memilih menjadi mualaf di Arab Saudi. Keislamannya belum serta merta jadi mantap. Ia pertama kali hanya melaksanakan shalat dua kali dalam seminggu.

"Ketika tertimpa musibah saya bawa shalat, ternyata saya dapatkan ketenangan dan musibah hilang. Setelah itu saya makin rajin shalat," ujar Jerry yang kini berisitrikan wanita asal Tasikmalaya Jabar itu.

Kini dalam kesehariannya, Jerry seringkali dimintai pandangan-pandangannya tentang Islam, demokrasi, dan terorisme. "Islam itu agama rahmatan lil alamin dan orang Islam bukanlah teroris," ujar ayah satu anak itu.

Bagi mantan wartawan CNBC itu, Indonesia sebagai negara dengan populasi Islam terbesar di dunia merupakan surga yang ada di dunia. Ia pun kini tengah mengurus naturalisasi dengan menjadi WNI sebagai ranah perjuangannya terhadap Islam. - ant

*Sumber: ANTARA 
Share:

Cari Artikel Di Sini.

Advertice

loading...

Recent

Kitab AlHikam

WebAris.Id

Copyright © Irsyah Putra
Author by Healthy Life | Support by WebAris.Id