Twitter Facebook Delicious Digg Stumbleupon Favorites More

Tuesday, January 12, 2016

Menyembunyikan Sedekah Cara Khalifah Abu Bakar

Khalifah Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan, beliau sangat rajin bersedekah. Selagi ada yang bisa beliau sedekahkan, beliau melakukannya. Keikhlasan beliau dalam bersedekah tercermin pada apa yang beliau lakukan ketika membantu seorang wanita tua yang tinggal di padang pasir semasa itu.

Pada masa itu, setelah shalat subuh Khalifah Abu Bakar terbiasa pergi ke padang pasir dan kemudian kembali lagi. Tak ada seorang pun yang tahu, apa gerangan yang dilakukan Khalifah Abu Bakar di padang pasir itu. Karena penasaran, akhirnya Umar Bin Khatab membuntuti beliau.
Ternyata yang dikunjungi Abu Bakar adalah sebuah tenda kumuh yang berada di tengah padang pasir. Umar Bin Khatab bersembunyi di balik batu besar dan tak lama kemudian Abu Bakar keluar dari tenda tersebut.
Tak lama kemudian Umar Bin Khatab pun masuk ke dalam tenda tersebut. Ternyata di dalam tenda itu ada seorang wanita tua dan buta dan seorang bayi kecil.
Umar Bin Khatab bertanya,"Siapa yang datang pada kalian tadi?"
Wanita itu menjawab, "Aku tidak tahu. Yang jelas dia seorang muslim. Setiap pagi ia datang kemari."
"Apa yang ia perbuat?" tanya Umar Bin Khatab
"Ia menyapu rumah kami, mencampur adonan kami, memeras susu ternak kami, lalu pulang." jawab wanita itu.

Sambil keluar Umar Bin Khatab berkata, "Engkau membuat lelah penggantimu, wahai Abu Bakar. Engkau membuat lelah para penggantimu, wahai Abu Bakar."
Dari kisah itu terlihat bagaimana cara yang dilakukan Khalifah Abu Bakar menolong seseorang. Bagi beliau, tak perlu seorangpun mengetahui tentang apa yang dilakukannya bahkan yang ditolongnya pun tak tahu siapa beliau. Artinya beliau sengaja menyembunyikan sedekah tenaga yang beliau lakukan pada seorang wanita tua dan buta itu.

Share:

Bertanya Tentang Iman

Dalam agama Islam yang dimaksud dengan Iman adalah pembenaran atau percaya. Adakalanya seseorang bertanya-tanya atau timbul keraguan atas apa yang telah ia percayai itu. Contoh, ketika sahabat Nabi Muhammad saw pernah bertanya kepada Nabi, "Wahai Nabi, ada ganjalan di dalam jiwa saya. Lebih baik rasanya terjerumus ke jurang yang dalam daripada mengucapkannya". Nabi pun bersabda, "Apakah kalian telah merasakan itu?" "Kami merasakannya," jawab para sahabat. "Alhamdulillah, itulah iman," jawab Nabi Muhammad saw. Iman yang dimaksud ini tentu pembenaran yang menyangkut tentang apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, yang pokok-pokoknya terlihat dalam rukun iman.

Masing-masing orang mempunyai tingkatan keimanan yang berbeda. Iman seseorang pun bahkan bisa berbeda pada satu saat dibanding dengan saat lainnya. Artinya iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Pada tahap awal, pada orang yang katanya beriman, akan timbul berbagai pertanyaan dalam dirinya tentang objek-objek keimanannya itu. Hal itu wajar, bahkan dalam Al-Quran pada surat Al-Baqarah ayat 260 diungkapkan dimana Nabi Ibrahim as masih juga bertanya kepada Allah saw tentang hari kiamat.

Jadi iman itu hanya bisa dirasakan bagi orang yang menyatakan dirinya beriman. Dan orang beriman wajib untuk memupuk atau menjaga keimanannya dengan cara membaca tentang agama, bertanya pada ulama atau banyak beribadah, sehingga tak ada lagi keraguan dalam hatinya terhadap apa yang diimankan itu.

Share:

Monday, January 11, 2016

Apa Sabar Itu Ada Batasnya?

Dalam kehidupan sehari-hari sering didengar ucapan "Sabar itu ada batasnya". Memang benar, tapi sampai dimana batas kesabaran itu? Apa acuan batas kesabaran seseorang sehingga dia tidak sabar lagi? Memang pada dasarnya manusia adalah makhluk yang terbatas dalam segala sifatnya. Tingkat kesabaran masing-masing orang berbeda-beda. Ada yang besar atau panjang masa sabarnya dan ada pula yang singkat, sebentar saja dia sudah tak sabar lagi.

Apa sabar itu ada batasnya? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita mengingat kisah Nabi Ayyub. Beliau adalah seorang nabi kaya raya yang baik hati dan kemudian menjadi jatuh miskin (sangat miskin). Nabi Ayyub diuji kesabarannya dalam menhadapi cobaan mulai dari kehilangan harta kekayaan, anak bahkan penyakit yang dideritanya sendiri. Namun beliau tetap sabar menghadapi cobaan tersebut.

Dari kisah di atas dapat kita lihat bahwa begitu besarnya tingkat kesabaran Nabi Ayyub. Kenapa beliau bisa menerima keadaan yang menimpa beliau itu? Itu karena ketakwaannya terhadap Allah. Jadi apabila ditanya "apakah sabar itu ada batasnya?" jawabannya adalah seberapa tingkat keimanan atau ketakwaan seseorang kepada Allah. Semakin bertakwa seseorang, semakin besar dan semakin panjang pula kesabarannya sehingga dapat dikatakan mencapai tingkat kesabaran yang tidak terbatas. Hal ini juga menunjukkan bahwa ia percaya pada qadar baik dan qadar buruk yang merupakan rukun iman yang keenam.

Share:

Sunday, January 10, 2016

Naik Haji Karena Ikhlas Bersedekah

Kisah ini adalah tentang seseorang yang mendapat imbalan untuk pergi naik haji karena ikhlas bersedekah. Ada seorang pedagang gorengan yang selalu menyisakan buntut singkong goreng yang tidak terjual kepada seorang anak kecil yang selalu bermain di tempat mangkalnya.

Tanpa terasa, sudah lebih dari 20 tahun dia menjalankan usahanya sebagai tukang gorengan tanpa ada perubahan yang berarti.
Pada suatu hari datang seorang pria dengan mobil mewah menghampiri gerobak gorengannya. Pria itu bertanya, "Ada gorengan buntut singkong, pak?"
Si tukang goreng menjawab, "Gak ada, mas".
"Saya kangen sama buntut singkongnya, pak. Dulu waktu kecil, ketika ayah saya baru meninggal, tidak ada yang membiayai hidup saya. Teman-teman mengejek saya karena tidak bisa membeli jajanan. Tapi waktu itu bapak selalu memberi buntut singkong goreng setiap saya bermain di dekat gerobak bapak" kata pria itu.
Tukang gorengan terperangah. "Yang saya berikan dulu itu hanya buntut singkong. Kenapa kamu masih ingat saya?"
"Bapak bukan sekedar memberi buntut singkong, tapi juga memberi sebuah kebahagian dan harapan bagi saya. Saya tidak mungkin bisa membalas kebaikan budi bapak. Tapi, saya ingin memberangkatkan bapak untuk naik haji ke tanah suci. Semoga bapak bahagia." lanjut pria itu.
Si tukang goreng hampir tidak percaya karena hanya sebuah kebaikan / sedekah kecil tapi mendatangkan berkah yang begitu besar baginya.

Kisah ini memperlihatkan sebuah contoh kecil dimana apabila seseorang melakukan sedekah atau kebaikan dengan ikhlas walau hanya kecil atau apapun bentuknya maka ia akan mendapat imbalan yang sama sekali tak diduga. Renungkan, hanya karena memberi sebuah kebahagian pada seorang anak kecil dengan memberinya buntut singkong goreng, si tukang gorengan ini bisa naik haji. Semoga kita juga bisa ikhlas dalam bersedekah...


Share:

Saturday, January 9, 2016

Al-Qur'an Dibukukan Pada Zaman Khalifah

Keberadaan Al-Qur'an yang merupakan kitab pedoman hidup umat muslim saat ini mempunyai sejarah yang patut juga untuk diketahui. Al-Qur'an mulai dibukukan pada zaman khalifah, bukan pada masa Nabi Muhammad mengajarkan Islam. Di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Nabi Muhammad dalam hal menerima wahyu mengalami berbagai macam cara dan keadaan. Pada masa itu belum ada kertas seperti saat ini, orang menggunakan kulit binatang, batu yang tipis, pelepah kurma dan tulang binatang untuk ditulis dan menghafal sesuatu untuk selalu bisa diingat. Bangsa Arab mempunyai daya ingat yang sangat kuat.

Seiring dengan berjalan waktu Al-Qur'an mulai ditulis pada zaman Nabi Muhammad namun belum dibukukan. Selain menyuruh banyak orang untuk menghafal Al-Qur'an, Nabi juga menyuruh untuk menulisnya. Penulis-penulis beliau yang terkenal adalah; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Mu'awiyyah.

Abu Bakar menjadi khalifah pertama setelah nabi Muhammad wafat. Pada masa pemerintahannya banyak terjadi peperangan sehingga banyak para penghafal Al-Qur'an yang meninggal. Umar bin Kahtab khawatir akan hal itu dan menyarankan khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an. Khalifah Abu Bakar meminta Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang ditulis di daun, pelepah kurma, batu, tulang binatang, tanah keras dan dari penghafal-penghafal Al-Qur'an. Kemudian Zaid bin Tsabit mulai menulis dalam lembaran-lembaran dan diikat dengan benar, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah.
Mushhaf ini disimpankan oleh Abu Bakar dan dipindahkan ke rumah Umar Bin Khattab. Sesudah khalifah Umar bin Khattab meninggal, Mushhaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar, istri Rasulullah.

Khalifah Utsman bin Affan meneruskan pemerintahan Umar bin Khattab dan ajaran Islam telah mulai meluas ke Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Pada masa itu ada Huzaifah bin Yaman, ketika ikut dalam pertempuran di Armenia, beliau mendengar ucapan seorang muslim kepada temannya: "Bacaan saya lebih baik dari bacaanmu". Beliau pun melaporkannya kepada khalifah Utsman dan kemudian khalifah Utsman bin Affan meminta kepada Hafsah binti Umar untuk memberikan lembaran-lembaran Al-Qur'an yang ada padanya untuk dibukukan.
Khalifah Utsman bin Affan membentuk panitia yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit yang bertugas menyalin dari lembaran-lembaran tadi menjadi sebuah buku. Al-Qur'an yang telah dibukukan pada saat itu dinamai dengan "Al-Mushhaf", dan oleh panitia saat itu ditulis lima buah Al-Mushhaf. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekah, Syria, Basrah, dan Khufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula. Satu Al-Mushhaf tetap tinggal di Madinah untuk khalifah Utsman sendiri, itulah yang dikenal dengan "Mushhaf Al Iman"

Share:

Sunday, January 3, 2016

Kepada Siapa Sedekah Diberikan?

Kepada siapa sedekah diberikan?
Untuk menjawab pertanyaan itu ada baiknya kita memiliki pengetahuan tentang sedekah. Menurut arti kata sedekah berarti kesungguhan. Sedekah diberikan sukarela dan ikhlas. Dalam Al-Quran sudah disampaikan bahwa orang-orang yang telah diberi rezeki oleh Allah, dianjurkan untuk bersedekah (menafkahkan) sebahagian hartanya itu. Dan kepada siapa sedekah hendaknya diberikan dalam Al-Quran juga telah diuraikan dalam surat Al-Baqarah ayat 215 dan ayat 280, surat An-Nisaa' ayat 8, surat An-Nahl ayat 90 dan surat Al-Israa' ayat 26.

Uraian ayat yang mengatakan tentang orang-orang yang boleh diberi sedekah dalam Al-Quran adalah sebagai berikut:
  1. Dalam surat Al-Baqarah ayat 215 disebutkan mereka itu adalah: ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
  2. Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 disebutkan mereka itu adalah: orang yang sedang dalam kesukaran (berhutang).
  3. Dalam surat An-Nisaa' ayat 8 disebutkan mereka itu adalah: kerabat, anak yatim dan orang miskin.
  4. Dalam surat An-Nahl ayat 90 disebutkan mereka itu adalah: kaum kerabat.
  5. Dalam surat Al-Israa' ayat 26 disebutkan mereka itu adalah: keluarga-keluarga yang dekat, kepada orang yang miskin dan dan orang yang dalam perjalanan.
Mungkin timbul pertanyaan: Apakah wajar memberikan sedekah kepada ibu-bapak?
Untuk menjawab pertanyaan itu, saya berbalik mengajukan pertanyaan: Ketika anda sudah menjadi orang yang berkecukupan, apakah anda kan membiarkan ibu-bapak anda hidup dalam kemiskinan?
Begitulah cara Islam untuk menjaga kehidupan umatnya. Sebenarnya situasi memberi sedekah kepada ibu-bapak itu sangat jarang terjadi bagi umat Islam yang muslim karena dalam nyatanya apabila seorang sudah mapan tentu tidak akan membiarkan ibu-bapaknya miskin.
Jadi intinya sedekah itu sebaiknya diberikan kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang dalam perjalanan, dan orang-orang dalam kesukaran. Ibu-bapak dan kaum kerabat sudah merupakan suatu tanggung jawab. Lucu jadinya apabila anda bersedekah puluhan juta untuk panti asuhan sementara ibu-bapak anda miskin dan tidak ada yang bisa dimakan di kampung.

Demikian juga memberi sedekah kepada kaum kerabat. Hanya saja mungkin ada kaum kerabat yang tidak mau menerima sedekah dari kerabatnya atau merasa direndahkan padahal dia butuh. Dan itu tergantung cara memberikan, dalam Al-Quran sudah disampaikan juga bahwa ketika memberikan sedekah jangan menyakiti hati yang menerimanya. Bahkan jika memang ingin bersedekah kepadanya lakukanlah secara tersembunyi, bagaimana caranya anda sendiri yang tau. Walaupun dia tidak tau darimana datangnya sedekah (rezeki menurutnya) itu, Allah pasti mengetahui apa yang anda lakukan.



Share:

Friday, January 1, 2016

Memberi Tenggang Waktu Juga Merupakan Sedekah

Sedekah bisa dalam bentuk apa saja asalkan ikhlas ketika memberinya. Sedekah tidak hanya berupa uang, barang, makanan, tenaga atau lainnya. Memberi tenggang waktu saja sudah merupakan sebuah sedekah.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 280, Allah berfirman yang artinya: Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkannya (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dari ayat ini dapat kita lihat bahwa betapa Islam memberi ajaran kepada umat muslim untuk mau bertenggang rasa kepada sesama yang benar-benar sedang dalam kesulitan. Dalam kehidupan sehari-hari, agama Islam sudah memprediksi bahwa suatu waktu nanti umat nya akan menemui perihal hutang piutang dan segala permasalahan dalam hutang piutang tersebut. Misalnya, ketika saat untuk membayar sudah sampai waktunya, namun orang yang berhutang belum mempunyai harta untuk membayar hutang (benar-benar tidak ada) maka Islam menganjurkan agar mau memberi tenggang waktu pada orang tersebut sampai dia mampu untuk membayar hutangnya. Dan ketika dia memberi kelapangan atau tenggang waktu tersebut, Allah telah memberi balasan pahala kepadanya karena telah bersedekah waktu.

Namun begitu, bagi yang mempunyai hutang jangan pula menjadikan ayat ini menjadi alasan untuk mengharapkan belas kasihan si pemberi hutang agar mau memberi tenggang waktu untuk mengulur pembayaran hutangnya itu.

Share:

Cari Artikel Di Sini.

Advertice

loading...

Recent

Kitab AlHikam

WebAris.Id

Copyright © Irsyah Putra
Author by Healthy Life | Support by WebAris.Id