Twitter Facebook Delicious Digg Stumbleupon Favorites More

Saturday, February 13, 2016

Kisah Tsabit bin Ibrahim Yang Saleh dan Jujur

Cerita ini adalah kisah yang terjadi pada zaman dulu dimana waktu itu ada seorang pemuda yang saleh dan jujur bernama Tsabit bin Ibrahim sedang melakukan perjalanan di pinggiran kota Kufah. Saat melintasi sebuah kebun, dia melihat ada pohon apel besar yang sedang berbuah lebat dan sangking besarnya pohon tersebut sampai-sampai dahannya yang berbuah itu menjulur ke luar pagar. Timbul niat Tsabit untuk memetiknya karena rasa lapar dan haus yang dialaminya namun niat itu diurungkannya karena mengingat bahwa pohon apel itu bukanlah miliknya dan tentu hal itu termasuk dalam arti mencuri.

Saat akan melanjutkan perjalanan, secara tak sengaja Tsabit bin Ibrahim melihat ada sebuah apel tergeletak di jalan. Karena apel itu adalah apel jatuh, ia berpikir akan halal baginya untuk memakan apel tersebut karena ia mencuri dari pohonnya. Lantas dimakannya buah itu.
Saat baru termakan separuh, Tsabit tersadar bahwa apel itu bukan miliknya. Walaupun apel tersebut tergeletak di jalan, yang pasti apel itu berasal dari pohon yang terdapat dalam kebun itu. Ia pun mencari pemilik kebun apel itu.
Dan ketika ia melihat seorang laki-laki di dalam kebun, ia menghampiri dan bertanya, "Apakah engkau pemilik kebun ini? Saya telah memakan apel ini separuh, untuk itu saya mohon maaf dan ini masih ada tersisa separuh lagi. Sudilah kiranya engkau merelakan apel ini agar halal untuk kumakan," pinta Tsabit.

Ternyata lelaki itu bukan pemilik kebun, ia hanya penjaga kebun sementara majikanya tinggal di tempat yang cukup jauh dari kebun itu.
"Butuh waktu yang lama untuk sampai ke rumah majikanku. Perjalanannya pun tidak mudah. Mengapa tidak kaumakan saja apel itu? Toh, ia adalah saudagar kaya dan tidak akan mempermasalahkan sebuah apel itu karena hasil kebunnya begitu melimpah ruah." usul si penjaga kebun.
"Sejauh apa pun rumahnya, aku harus tiba di sana meskipun harus melalui berbagai rintangan. Separuh apel ini sudah aku telan, artinya di dalam tubuh ini terdapat makanan yang tidak halal bagiku karena belum meminta izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah saw. bersabda, "Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram maka api nerakalah yang layak baginya" kata Tsabit bin Ibrahim tegas.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, sampailah Tsabit bin Ibrahim di rumah pemilik apel. Ia mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Seorang lelaki membukakan pintu untuknya.
Setelah bertanya dan mengetahui bahwa lelaki itulah yang memiliki kebun apel, Tsabit pun menyampaikan maksud kedatangannya. "Wahai Tuan, kedatangan saya ke sini untuk meminta keikhlasanmu atas buah apel yang terlanjur aku makan separuh dan ini masih ada separuh lagi sambil menunjukkan sisa apel. Semoga engkau memaafkanku," Tsabit menjelaskan apa yang merisaukannya kepada si pemilik kebun.

Mendengar penjelasan Tsabit, saudagar itu berkata, "Aku tidak akan menghalalkannya kecuali dengan satu syarat!"
"Apakah itu, Tuan?"
"Kamu harus menikahi putriku dan aku akan menghalalkan apel itu untukmu."
Tentu saja Tsabit terkejut dengan syarat itu. Karena ia harus menebus kesalahannya dengan sebuah pernikahan? Belum habis keterkejutan Tsabit, pemilik kebun apel itu melanjutkan, "Putriku bisu, tuli, buta, dan lumpuh. Bagaimana? Apakah kamu menyanggupinya?"

Tsabit bin Ibrahim makin terkejut. Ia harus menikahi perempuan cacat yang akan mendampinginya seumur hidup hanya gara-gara memakan separuh buah apel. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain. Jika jalan ini dapat membuka pintu ampunan Allah SWT, ia harus menjalaninya dengan ikhlas. Tsabit pun menyanggupinya.

Singkat cerita, pernikahan pun diselenggarakan. Mempelai wanita menanti di dalam rumah saat akad nikah berlangsung. Selesai dilakukan akad nikah, Tsabit bin Ibrahim dipersilakan oleh sang mertua untuk menemui putrinya yang kini telah sah menjadi istri Tsabit.

Ia mengetuk kamar yang ditunjuk sambil mengucapkan salam. Ketika Tsabit hendak membuka pintu kamar, terdengar suara wanita menjawab salamnya. Ia urung masuk ke dalam kamar itu karena yang ia tahu istrinya bisu, tuli, buta, dan lumpuh.
"Oh, maaf, aku salah kamar!" ujar Tsabit.
"Kau tidak salah. Aku istrimu yang sah!" kata wanita di dalam kamar itu, "Silakan masuk, wahai suamiku!"
Ketika Tsabit masih berdiri tertegun di depan kamar, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Yang membuka adalah seorang wanita cantik yang sehat tanpa cacat seperti yang dikatakan mertuanya.

Tsabit bertanya kepada wanita yang berdiri di hadapannya itu, "Jika kau benar istriku, ayahmu berkata bahwa kau buta. Tetapi, mengapa kamu bisa melihat?"
"Ayahku benar, mataku buta karena tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah," jawab putri pemilik kebun itu.

"Lalu, mengapa ayahmu mengatakan kamu tuli? Padahal, kau dapat mendengar salamku!" tanya Tsabit kembali.
"Itu juga benar, beliau tahu bahwa aku tidak pernah mau mendengar berita atau cerita yang tidak diridhai Allah." jelas sang istri.

"Kau pun tidak bisu seperti yang dikatakan ayahmu? Apa artinya?"
"Aku bisu karena tidak pernah mengatakan dusta dan segala sesuatu yang tercela. Aku banyak menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah."

"Dan apa maksud ayahmu mengatakan kau lumpuh?" tanya Tsabit lagi.
"Itu karena aku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang dibenci Allah." Jawab putri pemilik kebun.

Betapa bahagianya Tsabit bin Ibrahim bahwa yang ia nikahi adalah sosok wanita salehah yang sempurna fisiknya dan cantik bak purnama di kegelapan malam. Demikianlah kisah tentang seorang pemuda yang saleh dan jujur. Karena kejujurannya dan rasa takut akan dosa, sehingga harus rela menempuh perjalanan yang jauh untuk mendapatkan izin dari pemilik kebun apel yang dimakannya.
Berkat kejujurannya itu pulalah ia mendapat berkah menikahi istri yang cantik dan saleha pula. Dari hasil pernikahan mereka lahirlah ulama yang menjadi imam terbesar bagi umat Islam, yaitu Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit.

Share:

Thursday, February 11, 2016

Wahai Akhi, Haruskah Aku Yang Melamarmu

Assalamualaikum sahabat islami , mohon dibaca dengan kesungguhan hati.



AKHIY... MAUKAH MENIKAH DENGANKU?


Dulu ana datang ke suami ana, justru ana yang menawarkan diri ke suami.

''Akhiy maukah menikah dengan ana?'', tawarku padanya.


Waktu itu dia masih kuliah smester 8. Dia cuma bengooonggg seribu bahasa, serasa melayang di atas awan, seolah waktu terhenti. Beberapa saat setelah setengah kesadarannya kembali dan setengahnya lagi entah kemana, dia berucap,

'''Afwan ukh... anti pengen mahar apa dari ana?'' "Cukup antum bersedia menikah denganku saja itu sudah lebih dari cukup"

Bak orang awam mendaki gunung yang tinggi lagi extreme, ehhh... dianya langsung lemesss... kayak pingsan. Besoknya datang nazhar, terus khitbah. Lalu untuk ngumpulin uang buat nikah, dia jual sepeda dan jual komputernya... untuk mahar dan biaya nikah. Di awal pernikahan dia gak punya pendapatan apa-apa. Kita usaha bareng dan ana gak pernah nanya seberapa pendapatnya ataupun dia kerja apa. Selama ana nikah dengannya ana belum pernah minta uang. Hingga kinipun kalo gak dikasih ya diam. Saat beras habis... ana gak masak. Saat dia nanya, "koq gak masak beras dek?"

"Habis mas", jawabku

"Koq gak minta uang?", lanjutnya.

Ana gak jawab, takut suami gak punya kalo ana minta. Jadi ana takut menyinggung perasaan kekasih hatiku.. weee.


Kalo kita menghormati suami, maka suami akan menyayangi kita lebih dari rasa sayang kita ke dia. Bahkan usaha sekarang dah maju pesat... alhamdulillah. Ibarat kata uang 50jt dah hal biasa. Lalu suatu hari ana tawarkan dia nikah lagi namun dia gak mau. Katanya ana itu tidak ada duanya... hehehe ngalem dewek. Walaupun ortunya dulu gak ridho dengan ana, karena salafi... sekarang sudah baikan.

Rezeki bisa dicari bersama. Bagi ana usaha yang dicari bersama suami susah-payah bersama, setelah sukses... maka banyak kenangan manis yang tak terlupa. Kita jadi saling memahami dan mengerti karakter masing-masing karena kita sering berinteraksi.

"Suamiku adalah temen curhatku...

suamiku adalah patner bisnisku...

suamiku adalah ustadz tahsinku...

suamiku adalah temen seperjuanganku...

suamiku adalah sahabatku...

suamiku adalah temen mainku...

suamiku adalah temen berantemku...", itulah kiranya yang ana rasakan darinya, setelah 12 tahun menikah dan insya Alloh dikaruniai anak 7 semoga semakin menambah keberkahan dalam rumahh tangga ana...

Dan bukan hal yang hina bagi ana kalo ada seorang akhawat datang menawarkan diri ke ikhwan. Ana dulu hanya melihat dari bacaan al-Qur'annya yang bagus dan dia sangat menjaga sholatnya itu aja gak lebih. Jadi para akhawat yang belum menikah... apa yg menghalangi anda untuk menikah muda? Apa karena melihat pendapatan materi dari ikhwan yang menghalaginya?


*Seorang ibu yang menceritakan kisah cintanya

*Dengan sedikit perubahan

Demikian Renungan harian "Wahai Akhi , Haruskan Aku Yang Melamarmu" semoga bisa bermanfaat dan mohon untuk sebarkan sobat islami.

wassalam
Share:

Jangan Nikahi Perempuan Ini Untuk Sementara

Menikah memang kewajiban. Namun, tidak bisa kita sembarang memilih orang untuk dinikahi. Termasuk perempuan yang akan dinikahi pun harus kita ketahui pula boleh tidaknya untuk dinikahi. Sebab, dalam Islam, hal ini sudah diatur dengan baik. Nah, untuk sementara waktu, ada perempuan-perempuan yang tidak boleh Anda nikahi. Siapa sajakah mereka?


1. Saudara perempuan istri hingga istri tersebut dicerai dan masa iddahnya habis atau ia meninggal dunia. Karena Allah Ta’ala berfirman, “(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,” (QS. An-Nisa: 23).


2. Bibi istri, baik bibi dari jalur ayah atau bibi dari jalur ibu. Jadi, ia tidak boleh dinikahi hingga istri tersebut dicerai dan masa iddahnya habis atau meninggal dunia. Karena Abu Hurairah RA berkata, “Rasulullah SAW melarang seorang perempuan dinikahi beserta bibi dari jalur ayahnya atau bibi dari jalur ibunya,” (Muttafaq alaih).


3. Perempuan yang bersuami. Jadi ia tidak boleh dinikahi hingga ia dicerai suaminya, atau menjanda dan masa iddahnya habis. Karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami,” (QS. An-Nisa: 24).


4. Perempuan yang sedang menjalani masa iddah karena perceraian, atau suaminya meninggal. Jadi, ia haram dinikahi dan dilamar hingga masa iddahnya habis. Tapi, tidak ada salahnya menyindir perempuan tersebut, misalnya dengan berkata kepadanya, “Aku tertarik kepadamu.”

Sebab Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun,” (QS. Al-Baqarah: 235).


5. Perempuan yang telah ditalak tiga, hingga ia menikah dengan suami lain dan berpisah dengannya karena perceraian atau suaminya meninngal dunia, dan setelah masa iddahnya habis. Karena Allah Ta’la berfirman, “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga ia menikah dengan suami yang lain,” (QS. Al-Baqarah: 230).


6. Perempuan yang berzina hingga bertaubat dari zina dan diketahui betul-betul taubat. Karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan perempuan yang berzina tidak boleh dinikahi melainkan oleh yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang Mukmin,” (QS. An-nurr: 3).


Dan karena Rasulullah SAW bersabda, “Laki-laki pezina yang telah dicambuk tidak boleh menikah kecuali dengan perempuan seperti dirinya,” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud). []


Referensi:
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah
Share:

Friday, January 15, 2016

Sedekah Pengusaha Yang Minta Didoakan

Ada seorang pengusaha yang datang ke sebuah pesantren yatim-piatu dan meminta kepada pimpinan pesantren untuk tolong didoakan agar bisa memenangkan tender proyek yang sedang diikutinya dan ia berjanji akan bersedekah ke pesantren itu apabila menang tender itu.
Menanggapi hal itu, pak Kyai pimpinan pesantren bertanya kepada pengusaha, apakah dia hafal bacaan surat Al-Fatihah dan meminta pengusaha itu untuk membacanya.

Ketika pengusaha mulai membaca surat Al-Fatihah dan sampai pada bacaan "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin". Pak Kyai menstop bacaan, "Sudah-sudah cukup..., Berhenti sampai di situ!" pinta pak kyai. Si pengusaha pun menghentikan bacaan.
"Ayat yang terakhir anda baca itu mengerti tidak maksudnya?" tanya pak Kyai.
"Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'iin, pak Kyai?" tanya si pengusaha menegaskan.
"Ya, yang itu!" jawab kyai.
"Oh itu saya sudah tahu artinya, hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan." tandas si pengusaha.
Pak Kyai lalu berujar enteng, "Oh, rupanya masih sama Al-Fatihah anda dengan saya punya."
"Maksud pak kyai...?" tanya si pengusaha heran.
"Saya kira Al-Fatihah anda sudah terbalik menjadi iyyaka nasta'iin wa iyyaka na'budu." jawab pak Kyai.
Si pengusaha jadi bingung mendengar penjelasan pak Kyai, ia pun berkata, "Saya masih belum mengerti pak Kyai."
Pak Kyai tersenyum melihat kebingungan si pengusaha, beliau pun menjelaskan, "Tadi anda menyampaikan kalau menang tender maka anda akan sedekah ke pesantren ini. Menurut saya itu adalah 'iyyaka nasta'iin wa iyyaka na'budu'. Jika Al-Fatihah anda tidak terbalik, pasti anda sedekah dulu ke pesantren ini, Insya Allah pasti menang tender."
Deggg! Keras sekali sindiran menghujam jantung hati si pengusaha.

Pada esok harinya, pak Kyai menerima telpon dari pengusaha itu yang menyampaikan bahwa ia sudah mentransfer sedekahnya ke rekening pesantren. Setelah dicek oleh pak Kyai ternyata uang yang disedekahkan oleh pengusaha itu cukup besar yaitu Rp. 200 juta. Pak Kyai pun sangat bersyukur atas sedekah itu.
Setelah habis maghrib, pak kyai mengumpulkan seluruh ustadz dan santri di pesantren itu. Mereka membaca Al-Quran, dzikir & doa yang panjang untuk hajat yang ingin dicapai oleh si pengusaha.
Seminggu berselang si pengusaha menelpon pak kyai. Pengusaha itu menyampaikan terima kasih karena telah didoakan dan ia ternyata memang memenangkan tender dengan nilai Rp. 9,8 milyar.

Makna dari kisah sedekah pengusaha yang minta didoakan ini adalah tunjukkan dulu kepatuhan kita kepada Allah swt dan kemudian baru minta tolong kepada-Nya. Si pengusaha menunjukkan kepatuhannya kepada Allah swt dengan sedekah yang diberikannya dan ia kemudian minta tolong kepada Allah swt melalui doa-doa para ustadz dan santri di pesantren itu.

Share:

Thursday, January 14, 2016

Nabi Memberi Makan Seorang Pengemis Yahudi

Kisah ini adalah cerita tentang seorang pengemis Yahudi yang buta di sudut pasar Madinah. Setiap ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata: “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya, maka kalian akan di pengaruhinya.”
Hampir setiap pagi, Nabi Muhammad saw mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah katapun Rasul pun menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Nabi Muhammad saw melakukan hal itu hingga beliau menjelang wafat. Setelah Nabi Muhammad saw wafat, tak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi dan yang menyuapi orang Yahudi yang buta itu.

Suatu hari Khalifah Abu Bakar berkunjung ke rumah anaknya (Aisyah). Beliau bertanya kepada Aisyah: “Anakku, adakah sunnah Rasul yang belum aku kerjakan?” . Aisyah menjawab pertanyaan ayahnya: “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah“, ucap Aisyah.
“Apakah itu?” Tanya Abu Bakar. “Setiap pagi, Rasulullah selalu pergi ke sudut pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana“, jawab Aisyah.

Keesokan harinya, Khalifah Abu Bakar pun pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Khalifah Abu Bakar mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Khalifah Abu Bakar mulai menyuapinya, tiba-tiba pengemis itu marah sambil berteriak: “Siapa kamu…!!!” Khalifah Abu Bakar menjawab: “Aku orang yang biasa“. “Bukan…!!! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku.” sahut pengemis buta itu.
Lalu pengemis itu melanjutkan bicaranya: “Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan itu, baru setelah itu ia berikan makanan itu kepadaku.”
Khalifah Abu yang mendengar jawaban orang buta itu kemudian menangis sambil berkata: “Aku memang bukan yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad, Rasulullah SAW.”

Pengemis itu pun menangis dan kemudian berkata “Benarkah demikian?”,tanya pengemis, kepalanya tertunduk dan air matanya mulai menetes. “Selama ini aku selalu menghinanya dan memfitnahnya”,lanjutnya. Tetapi ia tidak pernah marah kepadaku, sedikitpun!”,ucap sang pengemis Yahudi sambil menangis terisak. Setelah usai tangisnya, pengemis Yahudi buta yang selalu diberi makan oleh Nabi Muhammad saw itu meminta kepada Khalifah Abu Bakar untuk menuntunnya masuk Islam dan mengucapkan kalimat dua syahadat.
Share:

Bersedekah Terang-Terangan Atau Sembunyi?

Bersedekah secara terang-terangan atau sembunyi sama-sama diperbolehkan dalam agama Islam. Allah telah memerintahkan dan memperbolehkan bersedekah baik itu secara terang-terangan atau pun dengan cara sembunyi-sembunyi seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 75, dan surat Faathir ayat 29.

Nabi Muhammad saw telah memberikan contoh bahwa sedekah secara terang-terangan boleh dilakukan. Pada masa perang Tabuk, dibutuhkan bekal yang banyak untuk pasukan muslim. Nabi Muhammad saw mengumpulkan para sahabat dan bertanya siapa yang mau menyumbang atau bersedekah? Silahkan berdiri. Maka berdirilah Utsman Bin Affan, beliau menyatakan bersedekah 100 ekor unta dan kemudian ditambahnya lagi 200 ekor, sehingga jumlah yang disedekahkannya itu menjadi 300 ekor unta.

Contoh sedekah dengan cara sembunyi-sembunyi dilakukan oleh sayyidina Ali Zainal Abidin (cucu Nabi Muhammad saw). Beliau memberi sedekah kepada kaum fakir miskin kota Madinah. Cara yang beliau lakukan adalah dengan memberi bekal atau makanan pada malam hari dengan menutupi wajahnya sehingga orang yang diberi sedekah tidak tahu siapa orang yang memberinya. Hal ini baru diketahui ketika beliau meninggal, ketika saat jasadnya dimandikan ada bekas hitam di pundak beliau. Setelah ditanya-tanya kepada kerabat, akhirnya salah seorang pembantu beliau mengatakan bahwa itu adalah bekas memikul makanan yang beliau lakukan sendiri di malam hari mengantarkan makanan pada fakir miskin dan ia (pembantu tadi) pernah memergokinya satu kali kemudian menawarkan diri untuk memikul makanan itu tapi sayyidina Ali Zainal Abidin menolaknya.

Dengan dua contoh di atas, dapat dilihat bahwa sedekah boleh dilakukan terang-terangan dan boleh juga dilakukan secara sembunyi. Mana yang kita pilih itu tergantung kita sendiri yang menentukannya karena ketika sudah ikhlas dan sukarela, tentu tidak ada masalah terhadap kedua hal itu. Hanya saja, ketika bersedekah terang-terangan, bisakah kita meredam hati atau perasaan kita agar jangan sampai hal itu menjadi riya. :-)
Share:

Wednesday, January 13, 2016

Menyebut-nyebut Sedekah Yang Telah Diberikan

Sedekah adalah berupa pemberian seorang muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu atau jumlahnya. Jika ditinjau dari pemberian yang sukarela dan ikhlas, tentu yang melakukan tindakan itu berbuat atas kehendak sendiri dan tanpa mengharap balasan dari orang yang telah diberinya itu. Bila seseorang bersedekah dan kemudian dia menyebut-nyebutkan kepada yang lain bahwa ia telah bersedekah, tentu ini bisa dianggap tidak sukarela dan tidak ikhlas lagi. Karena jelas ia mengharapkan sesuatu ketika ia menyebut-nyebutkan sedekahnya itu, katakanlah sebuah pujian.

Allah telah berfirman dalam Al-Quran pada surat Al-Baqarah ayat 264 yang artinya, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

Ayat ini telah menyampaikan dengan jelas bahwa apabila seseorang bersedekah dan kemudian menyebut-nyebutnya, hal itu hampir bisa dikatakan perbuatan riya. Jadi sebaiknya jangan menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikan.
Share:

Cari Artikel Di Sini.

Advertice

loading...

Recent

Kitab AlHikam

WebAris.Id

Copyright © Irsyah Putra
Author by Healthy Life | Support by WebAris.Id